Simpan
  • New List
Tambahan
    Simpan
    • New List
6301/Dhu al-Hijjah/1446 , 28/Mei/2025

Ingin Menunaikan Haji, Namun Setelah Buang Air Kecil Keluar Lendir yang Membuatnya Kesulitan untuk Membasuh Pakaiannya

Pertanyaan: 83987

Saya ingin menunaikan haji atas nama saudara saya yang telah meninggal dunia. Saya mengalami keluarnya beberapa tetes cairan bening dan lengket (bukan air kencing) setelah buang air kecil beberapa kali, sehingga saya terpaksa harus membasuh pakaian tiap sebelum shalat. Pertanyaan saya, apakah saya boleh menunaikan haji untuk saudara saya tahun ini, meskipun hal itu akan memberatkan saya dalam hal ihram dan shalat ? Ataukah saya harus menunda haji, kemudian berobat, dengan izin Allah ? Pertanyaan lainnya, apakah tetesan ini dianggap cairan madzi, wadi, atau sekresi lainnya ? Bagaimanakah hukum dari masing-masing keadaan ?

Teks Jawaban

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, wa ba'du:

Pertama.

Yang keluar setelah buang air kecil umumnya adalah air madzi, yaitu air putih kental yang keluar dalam bentuk tetesan putih. Itu najis dan membatalkan wudhu.

An-Nawawi Rahimahullah berkata ketika menjelaskan perbedaan madzi dan wadi, “Adapun madzi adalah cairan putih encer dan lengket yang keluar dengan disertai syahwat atau pun tanpa syahwat, keluar tidak dengan memancar dan tidak disertai rasa lemas setelah itu dan kadang orang tidak merasakan keluamya air madzi. Dalam hal ini, lelaki dan perempuan sama.

Adapun air wadi adalah cairan putih keruh dan kental, sama seperti ciri-ciri air mani dari segi kekentalan namun berbeda dari sisi keruh dan baunya. Air ini keluar setelah buang air kencing bila fisik kuat dan pada saat membawa barang berat ada satu dua tetes air wadi yang keluar. Ulama sepakat keluarnya air madzi dan wadi tidak mewajibkan mandi.” (Al-Majmu’,  2/160, secara singkat).

Syaikh Ibnu Jibrin Hafizhahullah pernah ditanya, “Ketika saya selesai buang air kecil, saya merasakan keluarnya mani. Saya tidak tahu apakah aku harus mandi tiap setelah buang air kecil, atau apa yang harus saya lakukan ? Karena saya ragu kalau efeknya sama dengan efek hubungan seksual.”

Beliau menjawab, “Mani yang keluar setelah kencing itu adalah wadi yang sudah masyhur, dan karena keluar setelah kencing dan mengalir, maka tidak wajib mandi, akan tetapi membatalkan wudhu. Maka wajib membasuh kemaluan setelahnya dan berwudhu, tetapi tidak wajib mandi. Wajib mandi jika mani keluar dengan deras disertai kenikmatan, bukan tanpa kenikmatan. Yang dimaksud dengan deras adalah jika keluar dengan kuat, tidak seperti kencing yang mengalir dan menetes. Maka tidak menjadi masalah bagi Anda jika keluarnya seperti itu.” (Dikutip dari Fatawa Islamiyyah, 1/226).

Kedua.

Selama tetesan ini hanya keluar setelah buang air kecil, hal ini tidak seperti Salisu Al-Baul (sering keluar kencing) yang keluar terus-menerus tanpa orang tersebut menginginkannya. Dalam hal ini, Anda harus bersiap untuk shalat sebelum waktunya tiba dengan cukup waktu agar tetesan ini berhenti. Anda harus menggunakan selembar kain atau sapu tangan untuk mencegah najis ini menyebar ke pakaian Anda. Dalam kasus tersebut, Anda hanya perlu mengganti sapu tangan ini, dan ini lebih mudah bagi Anda daripada membasuh atau mengganti pakaian Anda.

Apabila Anda lupa memakai sapu tangan, atau najis tersebut sampai merembet ke pakaian, sehingga sulit untuk mengganti atau membasuhnya karena suatu hal, maka kami berharap tidak ada salahnya untuk shalat dengan mengenakannya.

Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah mengatakan, “Orang yang menderita Salisu Al-Baul dan tidak sembuh dengan pengobatan, maka ia harus berwudhu setiap kali shalat setelah masuk waktu shalat, membasuh kencing yang mengenai badannya, dan memakai pakaian yang suci untuk shalat jika hal itu tidak menyulitkannya. Jika tidak, maka ia dimaafkan. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ

“... dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama.” (QS. Al-Hajj : 78).

Dan firman Allah Ta’ala,

يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ  

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.” (QS. Al-Baqarah : 185).

Dan juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian.”

Ia harus mengantisipasi agar air kencingnya tidak menyebar ke pakaiannya, tubuhnya, atau tempat shalatnya.” (Dikutip dari Fatawa Islamiyyah, 1/192).

Anda tidak boleh shalat ketika tetesan air itu jatuh, selama Anda tahu bahwa tetesan itu akan berhenti, meskipun hal itu mengakibatkan Anda tertinggal shalat berjamaah.

Ulama Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Ifta’ pernah ditanya, “Seseorang menderita Salisu Al-Baul, lalu menjadi suci setelah kencing dalam jangka waktu tertentu. Jika dia menunggu Salisu Al-Baul-nya berakhir, maka shalat jamaah akan berakhir. Bagaimanakah hukumnya ?”

Mereka menjawab, “Jika ia mengetahui bahwa Salisu Al-Baul itu akan berakhir, maka ia tidak boleh mengerjakan shalat ketika ia dalam keadaan itu, untuk mencari keutamaan berjamaah. Akan tetapi, hendaknya ia menunggu hingga Salisu Al-Baul itu selesai, kemudian ber-Istinja’, berwudhu, dan menunaikan shalat, meskipun ia tertinggal shalat berjamaah.

Ia harus bersegera melakukan Istinja’ dan wudhu setelah masuk waktu shalat, dengan harapan mendapatkan shalat berjamaah.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/408).

Ketiga.

Adapun mengerjakan haji untuk saudara Anda tahun ini atau tahun depan setelah berobat, maka pertimbangkanlah mana yang lebih mudah bagi Anda, dan tidak mengapa menunda haji untuknya sampai tahun depan.

Wallahu A’lam.

Rujukan

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

Opsi Format Teks

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android