Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Hukum Membayar Fidyah Dari Puasa Yang Tertunda Sebelum Melaksanakan Qadha’ Puasa

Pertanyaan

Seorang perempuan bertanya, dia berkewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan dan memberikan makan kepada fakir miskin, apakah dia harus memberikan makan kepada setiap fakir miskin setiap harinya ataukah dia boleh memberikan makan kepada mereka untuk hari-hari yang dia tinggalkan sekaligus pada satu hari setelah dia menyelesaikan mengqadha’ puasanya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Barang siapa yang menunda mengqadha’ puasa Ramadhan hingga masuk pada Ramadhan tahun berikutnya, maka jika penundaan mengqadha’ itu karena udzur syar’i seperti ; karena sakit, hamil atau menyusui dan lain sebagainya maka tidak ada hal lain yang harus dia lakukan melainkan mengqadha’ saja, namun jika penundaan itu bukan karena udzur maka sungguh dia telah berdosa dan dia harus tetap mengqadha’, dan apakah dibebankan padanya fidyah ataukah tidak ? maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat antar ulama’, para jumhur ulama’ berpendapat bahwa dia harus membayar fidyah yaitu memberikan makan fakir miskin setiap harinya. Dan telah kami sebutkan pada jawaban soal nomer ( 26865 ) bahwasannya pendapat yang rajih adalah ; tidak ada kewajiban membayar fidyah, akan tetapi barang siapa yang mengeluarkannya karena kehati-hatian maka hal itu lebih baik. 

Dan fidyah ini – menurut pendapat yang mewajibkannya – akan tetap dalam tanggungan orang tersebut meski telah memasuki Ramadhan tahun berikutnya, maka dia boleh langsung menyalurkannya pada saat itu juga, dia juga boleh mengakhirkannya bersamaan dengan mengqadha’ puasa, akan tetapi menyegerakan pembayaran fidyah itu lebih utama karena akan membebaskan dari beban tanggungannya. 

Terdapat dalam kitab “ Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah ” ( 26/28 ) : “Dan mengqadha’ puasa Ramadhan itu memiliki waktu yang longgar tidak mengikat. Akan tetapi jumhur ulama’ memberikan batasan sampai belum habis waktu untuk mengqadha’ atau hingga sebelum muncul hilal Ramadhan yang lain, sebagaimana perkataan Aisyah Radliyallahu Ta’ala Anha : 

( كان يكون عليّ الصّوم من رمضان، فما أستطيع أن أقضيه إلاّ في شعبان ، لمكان النّبيّ صلى الله عليه وسلم )

( Aku pernah punya tanggungan puasa beberapa hari di bulan Ramadhan, dan aku belum bisa mengqadha’nya melainkan di bulan Sya’ban, demi kedudukan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ) sebagaimana tidak diperbolehkan mengakhirkan sholat hingga datang waktu shalat yang berikutnya. Dan jumhur berpendapat bahwasannya tidak boleh menunda mengqadha’ Ramadhan sampai pada Ramadhan berikutnya dengan tanpa ada udzur syar’i kalau hal itu dilakukan maka dia akan menanggung dosa, sabagaimana hadits Aisyah tersebut, dan jika ia mengakhirkannya maka baginya fidyah ; yaitu memberikan makan kepada fakir miskin untuk setiap hari yang ia tinggalkan, sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radliyallahu Anhum mereka berkata tentang orang yang berkewajiban berpuasa dan dia belum melaksanakan puasanya sebagai bentuk qadha’ hingga ia mendapati Ramadhan berikutnya :

(عليه القضاء ، وإطعام مسكين لكلّ يوم)

( wajib atasnya mengqadha’ puasa yang dia tinggalkan dan memberikan makan fakir miskin untuk setiap hari yang dia tinggalkan )

Dan Fidyah ini diberlakukan bagi orang yang menunda puasanya atau qadha’ dari puasanya, dan diperbolehkan memberikan makan sebelum mengqadha’ atau bersamaan dengan mengqadha’ atau setelah mengqadha’ ”.

Al Mardawai Al hanbali Rahimahullah berkata : “Memberikan makan kepada fakir miskin itu mencukupi sebagai kaffarat, dan diperbolehkan memberikan makan sebelum mengqadha’ atau bersamaan dengan mengqadha’ atau setelah mengqadha’, Al Majdi berkata - beliau adalah : Ibnu Taimiyyah Syaikhul Islam - : Yang paling utama menurut kami adalah mendahulukan pembayarannya, karena dia merupakan menyegerakan kebaikan, dan berlepas diri dari hambatan-hambatan penundaan”. Dari kitab “ Al Inshof ” ( 3/333 ).

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam