Selasa 7 Syawal 1445 - 16 April 2024
Indonesian

Apakah Kami Berkata Pada Saat Bertasyahhud: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” atau “Assalamu’alan Nabii” ?

34535

Tanggal Tayang : 01-03-2017

Penampilan-penampilan : 53853

Pertanyaan

Apakah dibenarkan sepeninggal Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa orang yang mengucapkan pada tasyahhud: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” dihawatirkan termasuk dalam dosa syirik ? dan kita harus membaca: “Assalamu’alan Nabii” ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:

“Dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

علمني رسول الله صلى الله عليه وسلم وكفي بين كفيه التشهد ، كما يعلمني السورة من القرآن : التحيات لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها النبي ... الخ

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepadaku tasyahhud dalam keadaan telapak tangan saya di hadapan telapak tangan beliau, sebagaimana beliau telah mengajarkan surat di dalam Al Qur’an kepadaku: “Semua salam, shalawat dan kebaikan hanya kepada Allah, salam sejahtera kepadamu wahai Nabi….“.

Pada saat beliau berada di tengah-tengah kami, setelah beliau meninggal dunia maka kami berkata: “Assalamu’alan Nabii (Salam sejahtera kepadamu wahai Nabi).

Maka banyak orang yang menggunakan doa terakhir tersebut dan menyuruh yang lainnya pun untuk melakukannya.

Maka mereka menjawab:

“Sifat tasyahhud yang telah diucapkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- di dalam shalat beliau dan menyuruh para sahabatnya untuk melakukannya juga adalah yang telah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim di dalam kitab Shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

علمني رسول الله صلى الله عليه وسلم كفي بين كفيه كما يعلمني السورة من القرآن " التحيات لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله "

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepadaku dalam keadaan telapak tanganku di hadapan telapak tangan beliau sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al Qur’an kepadaku: “Segala bentuk penghormatan, shalawat dan kebaikan adalah bagi Allah, salam sejahtera dihaturkan kepadamu wahai Nabi, rahmat Allah dan barakah-Nya juga kepadamu, salam sejahtera juga kepada kita semua dan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan –yang berhak disembah- kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya”.

Inilah yang lebih shahih; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkannya kepada para sahabat dan tidak bersabda: “Jika saya meninggal dunia nanti maka ucapkanlah Assalamu’alan Nabii”.

Mereka juga pernah ditanya:

“Di dalam bertasyahhud apakah seseorang mengatakan: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” atau mengatakan: “Assalamu’alan Nabii”; karena Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Kami sebelum meninggalnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengucapkan: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” dan setelah beliau meninggal dunia kami mengucapkan: “Assalamu’alan Nabii” ?

Mereka menjawab:

“Yang benar hendaknya orang yang shalat mengucapkan di dalam tasyahhud dengan: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii wa Rahmatullahi wa Barakatuh”; karena inilah yang ditetapkan di banyak riwayat, adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dalam masalah ini –jika memang benar berasal darinya- maka sebagai bentuk ijtihad dari pelakunya dan tidak membatalkan hadits-hadits yang telah ditetapkan, kalau memang hukumnya berbeda setelah beliau meninggal dunia dengan sebelum meninggalnya, maka beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pasti akan menjelaskannya”. (Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts ‘ilmiyah wal Iftaa’: 7/11-13)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- telah menjelaskan masalah tersebut dengan sangat jelas, dan telah menjawab syubhat orang yang mengakui kalimat panggilan yang sesuai dengan syari’at adalah dengan panggilan orang ketiga, dengan berkata:

“Kalimat: “Assalamu’alaika ‘alaika”, apakah kalimat tersebut berbentuk berita atau doa ?, maksudnya, apakah kalian memberitakan bahwa Rasul itu mendapat keselamatan, atau berdoa kepada Allah agar Dia menyelamatkannya ?

Jawabannya adalah sebagai bentuk doa yang mengharap agar Allah memberikan keselamatan kepada beliau, maka redaksi tersebut sebagai khabar (berita) yang bermakna doa.

Kemudian apakah ucapan tersebut diperuntukkan untuk Rasulullah –‘alaihis shalatu was salam- seperti ucapan sesama manusia di antara kalian ?

Jawabannya:

Tidak, jika dianggap demikian maka shalatnya menjadi batal; karena shalat ini tidak sah jika ada pembicaraan manusia; karena kalau demikian maka bisa dipastikan bahwa para sahabat akan mengeraskan suaranya sampai terdengar oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan pasti beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- akan menjawab salam tersebut sebagaimana pada saat mereka bertemu beliau, akan tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Islam dalam buku: “Iqtidha’ Shiratal Mustaqiim”: “Karena begitu kuatnya upaya menghadirkan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada saat mengucapkan salam kepada beliau, seakan-akan beliau berada di hadapanmu”.

Oleh karenanya para sahabat berkata: “Assalamu ‘alaika” padahal beliau tidak mendengar mereka. Mereka berkata: “Assalamu’alaika” pada saat mereka berada di suatu tempat dan Rasulullah di tempat yang lain, kita semua mengucapkan: “Assalamu’alaika” sementara kita tinggal di daerah yang bukan di daerah beliau, pada suatu masa yang bukan pada masa beliau.

Adapun yang diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhori dari Abdullah bin Mas’ud bahwa mereka setelah wafatnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengucapkan: “Assalamu’alan Nabi wa rahmatullahi wa barakatuh” hal ini termasuk bagian dari ijtihad beliau –radhiyallahu ‘anhu- yang dibantah oleh orang yang lebih alim dari beliau, yaitu; Umar bin Khattab yang berkhutbah dari atas mimbar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan berkata dalam hal tasyahhud: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabi wa rahmatullah”, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Malik di dalam Al Muwatha’ dengan sanad yang paling shahih, Umar berkata demikian itu di hadapan para sahabat dan mereka menyetujui hal itu.

Kemudian sesungguhnya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkannya kepada umatnya, sampai juga kepada Ibnu Mas’ud, dan pernyataan bahwa telapaknya berada di hadapan telapak beliau ditujukan untuk mengaktualkan redaksi tersebut, dan beliau juga telah mengajarkannya kepadanya sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al Qur’an, beliau mengetahui bahwa beliau akan meninggal dunia; karena Allah berfirman:

( إنك ميت وإنهم ميتون ) الزمر / 30

“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)”. (QS. Az Zumar: 30)

Dan tidak mengatakan: “Setelah saya meninggal dunia maka ucapkanlah: “Assalamu’alan Nabi” akan tetapi beliau mengajarkan kepada mereka tasyahhud sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al Qur’an dengan lafadznya, oleh karenanya tidak dialihkan ke ijtihadnya Ibnu Mas’ud, namun diucapkan: “Assalamu’alaika ayyuhan Nabi”. (Asy Syarhul Mumti’: 3/150-151)

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam