Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Selesai Umrah Lalu Ikut Orang-Orang Ke Mina Dan Menyempurnakan Manasik Tanpa Ihram Haji

Pertanyaan

Ibu saya yang berusia 57 tahun melaksanakan ibadah haji. Dia sudah niat melakukan haji tamattu. Setelah menunaikan umrah pada tanggal 8 Dzulhijjah, dia memotong rambutnya, akan tetapi dia tidak melakukan ihram lagi, karena ketidaktahuannya. Lalu dia menyempurnakan manasik hajinya dan Menyembelih dam di akhirnya. Apakah dia harus bayar fidyah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Orang yang melakukan haji tamattu, jika telah tahallul dari umrahnya, kemudian apabila datang waktu haji, dia melakukan ihram. Ihram adalah niat masuk ke dalam ibadah haji, sedangkan niat tempatnya adalah di hati. Tidak disyaratkan melafazkannya, juga tidak disunnahkan, sebagaimana tidak disyaratkan mandi dan bersih-bersih. Meskipun yang lebih baik jika mandi terlebih dahulu. Sedangkan wanita ihram dengan baju yang dia kenakan, tidak diharuskan mengenakan pakaian tertentu.

Jika yang dimaksud adalah bahwa dia tidak mandi dan tidak melafazkan niat atau tidak melantunkan tarbiyah, atau tidak memakai pakaian ihram khusus, semua itu tidak masalah.

Perkara dia keluar bersama orang-orang ke Mina, kemudian ke Arafah lalu dia menunaikan manasik serta meninggalkan larangan-larangan ihram, semua itu menunjukkan adanya niat haji.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, ‘Seorang wanita yang mengetahui jenis-jenis haji yang tiga dan tidak mengetahui niat di dalamnya. Dia telah lima kali melaksanakan haji, berangkat pada hari tarwiyah dan ikut orang-orang apabila mereka berangkat ke Arafah dan Muzdalifah serta melontar jumrah. Dia telah melakukan niat khusus dari ketiga jenis haji. Apakah haji yang telah dilakukan dalam beberapa tahun tersebut dianggap sah? 

Beliau menjawab, “Yang lebih kuat, hajinya sah, karena seakan-akan dia berkata, ‘Aku ihram sebagaimana ihramnya orang-orang’ karena ihram sesuai ihramnya seseorang itu dibolehkan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib dalam haji wada saat dia datang dari Yaman bersama Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhuma, maka dia berkata kepadanya, “Sebagaimana engkau berihram.” Lalu dia berkata, ‘Sebagaimana ihramnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.’ Namun beliau bersabda, ‘Aku membawa hadyu (hewan dam)’ Lalu beliau menjadikannya sebagai haji Qiran. Adapun Abu Musa Al-Asy’ari berihram sebagaimana ihramnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi karena mereka tidak membawa hadyu, beliau memerintahkannya untuk menjadikannya sebagai umrah (tamattu), karena tamattu lebih utama dari qiran. 

Wanita ini tidak diragukan lagi sebagaimana yang tampak pada kami bahwa dia melakukan ihram sebagaimana orang-orang lain ihram, seakan dia berkata, ‘Cara saya adalah seperti orang-orang.’ Akan tetapi yang wajib bagi seseorang apabilah hendak beribadah, apakah menunaikan ibadah haji, puasa, shadaqah atau selainnya, wajib baginya untuk belajar sebelum melakukannya. Adapun setelah melakukannya, lalu datang dan bertanya, ‘Apa hukumnya?’ Tidak diragukan lagi bahwa hal ini bertentangan dari perkara yang lebih utama.”

(Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 22/22) 

Yang kuat adalah bahwa haji wanita tersebut sah dan tidak ada konsekwensi apa-apa baginya.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam