Para Pengemis; Siapakah yang Boleh Diberi dan Siapa yang Tidak Boleh Diberi ?

Pertanyaan: 104781

Banyak sekali pengemis, terutama anak-anak. Sebagian besar dari mereka menggunakan tipu daya agar diberi uang. Misalnya, ada di antara mereka yang mengaku buta dan tidak bisa melihat, padahal kedua matanya sehat, dan sebagainya. Bagaimana cara saya menghadapi mereka ? Haruskah saya memberi mereka uang atau bagaimana ? Apalagi saya tidak tahu apakah mereka jujur ​​atau tidak ? Saya tidak mungkin meyakinkan apakah mereka benar-benar membutuhkan uang tersebut atau mereka menggunakan tipu muslihat untuk mengumpulkan uang. Jika saya membantu mereka yang merupakan penipu -dan saya tidak mengetahui hal itu- apakah saya akan menanggung dosa ?

Teks Jawaban

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, wa ba'du:

Pertama.

Tidak boleh ada orang yang meminta uang kepada orang dalam kondisi ia tidak membutuhkan, atau dalam keadaan ia mampu memperolehnya dengan bekerja. Diperbolehkan bagi sebagian orang meminta uang kepada orang, yaitu orang miskin yang tidak punya, orang yang terlilit hutang, dan orang yang hartanya terkena musibah. Dalam semua kondisi tersebut tidak boleh meminta melebihi kebutuhan, dan dengan syarat tidak mempunyai apapun untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak mampu mencari nafkah untuk menopang penghidupannya.

Para ulama Al-Lajnha Ad-Da’imah mengatakan, “Diperbolehkan meminta uang bagi orang yang membutuhkan dan dia tidak menemukan sesuatu yang mencukupi kehidupannya dan tidak mampu bekerja. Ia boleh meminta uang sekadar yang dapat menutupi kebutuhannya saja. Sedangkan orang yang tidak membutuhkan, atau orang yang membutuhkan yang tidak mampu bekerja, maka ia tidak boleh meminta. Apa yang diambil dari orang dalam kondisi seperti ini haram hukumnya baginya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Qabishah bin Makhariq Al-Hilali Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata,

تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا ، فَقَالَ : (أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا) قَالَ ثُمَّ قَالَ : (يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ -أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ -أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ فَسُحْتٌ يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا) رواه أحمد ، ومسلم ، والنسائي ، وأبو داود ؛ وحديث : ( من سأل الناس تكثراً فإنما يسأل جمراً ) ؛ وحديث : ( إن الصدقة لا تحل لغني ولا لذي مرة سوي )  رواه الخمسة إلا ابن ماجه والنسائي .

“Aku pernah menanggung hutang (untuk mendamaikan dua kabilah yang saling sengketa). Lalu aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, meminta bantuan beliau untuk membayarnya. Beliau menjawab, ‘Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu.’ Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan. Pertama, orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpamanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. Kedua, orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. Ketiga, orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, wahai Qabishah, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.’” (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasa’i, Abu Daud; hadits yang berbunyi Man sa’ala an-nasa takatsuran fa innama yas’alu jamran, siapa yang meminta karena untuk memperbanyak harta, tak lain ia meminta bara api dan hadits yang berbunyi Innas shadaqata la tahillu li ghaniyyin wa la dzi marratin sawiyyin, sesungguhnya sedekah itu tidak halal bagi orang kaya, demikian juga orang yang memiliki anggota badan yang sempurna diriwayatkan oleh Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah dan An-Nasa’i).

Sudah seharusnya menasihatinya. Para ulama harus menjelaskan kepada jamaah dalam khotbah Jumat dan kesempatan lainnya serta di media masa. Menghardik orang orang yang meminta yang terlarang dalam firman-Nya,

وَأَمَّا السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ

الضحى/ 10

“Terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik.” (QS. Ad-Dhuha : 10).

Maksudnya adalah membentaknya dan meninggikan suara padanya, yang mencakup orang yang meminta uang dan orang yang bertanya tentang hukum-hukum syariat. Akan tetapi, hal ini tidak menghalangi kita untuk memberikan bimbingan kepada orang yang meminta dan salah dalam permintaannya dan menasihatinya dengan penuh hikmah dan petuah yang baik.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdullah bin Ghadyan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz Al-Syaikh dan Syaikh Bakar Abu Zaid. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 24/377).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah pernah ditanya, “Apakah hukum meminta-minta dalam agama Islam ?”

Kemudian beliau menyebutkan hadits Qabishah tersebut, lalu mengatakan, “Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan jenis-jenis meminta yang boleh, dan meminta yang selainnya adalah haram. Siapa yang memiliki sesuatu yang dapat menutupi kebutuhannya yang berupa gaji dari pekerjaan, perdagangan, hasil panen, properti, kerajinan tangan (tukang kayu), tukang besi atau pertanian dan sejenisnya, maka dilarang baginya untuk meminta-minta.

Adapun barangsiapa yang terpaksa meminta-minta, maka tidak mengapa ia meminta sebanyak yang ia perlukan. Begitu pula jika seseorang menanggung beban untuk menyelesaikan perselisihan, atau untuk menghidupi keluarga dan anak-anaknya, maka tidak ada salahnya dia jika dia meminta untuk menutupi hutangnya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/320).

Kedua.

Yang sering kita lihat di jalanan, atau di masjid-masjid, para pengemis meminta uang kepada masyarakat, nyatanya tidak semua dari mereka miskin. Bahkan ternyata sebagian mereka itu kaya. Ada juga geng-geng yang mengeksploitasi anak-anak ini untuk meminta uang dari orang lain. Ini tidak berarti bahwa sebenarnya tidak ada seorang pun yang berhak menerima. Oleh sebab itulah, kami memandang bagi orang yang memberikan uang pada salah seorang dari mereka hendaknya untuk menggunakan firasatnya guna mengetahui kejujuran atau kebohongannya. Yang terbaik dalam semua kondisi adalah mengarahkan orang-orang ini ke komite zakat dan sedekah sehingga mereka dapat melakukan tugasnya untuk menyelidiki kondisi mereka dan menindaklanjuti urusan mereka, bahkan setelah memberikannya.

Jika Anda mengetahui bahwa dia tidak membutuhkan, atau Anda berpikir kemungkinan besar dia tidak membutuhkan, maka jangan berikan kepadanya. Jika Anda mengetahui bahwa dia membutuhkan, atau Anda mengira bahwa dia kemungkinan besar membutuhkan, maka berikanlah kepadanya jika Anda menghendakinya. Dan jika Anda ragu-ragu, maka Anda boleh memberinya atau tidak.

Barangsiapa memberi seseorang yang dibolehkan untuk diberi karena ia menduga orang itu membutuhkan, maka dia akan diberi pahala atas sedekah itu, meskipun di kemudian hari ternyata dia tidak membutuhkan, dan meskipun uang yang diberikan kepadanya adalah zakat mal (zakat harta). Itu cukup baginya dan dia tidak wajib membayarnya lagi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ .رواه البخاري ( 1355 ) ومسلم ( 1022 ) .

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada seorang laki-laki berkata, ‘Aku pasti akan bersedekah. Lalu dia keluar dengan membawa sedekahnya dan ternyata jatuh ke tangan seorang pencuri. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekahnya kepada seorang pencuri. Mendengar hal itu orang itu berkata, ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu, aku pasti akan bersedekah lagi.’ Kemudian dia keluar dengan membawa sedekahnya, lalu ternyata jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan sedekahnya kepada seorang pezina. Maka orang itu berkata lagi, ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu, (ternyata sedekahku jatuh) kepada seorang pezina. Aku pasti akan bersedekah lagi. Kemudian dia keluar lagi dengan membawa sedekahnya, lalu ternyata jatuh ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan sedekahnya kepada seorang yang kaya. Maka orang itu berkata, ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu, (ternyata sedekahku jatuh) kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya. Setelah itu orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya, ‘Adapun sedekahmu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya, sedangkan sedekahmu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali dan sedekahmu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan pelajaran baginya agar menginfakkan harta yang diberikan Allah kepadanya.’” (HR. Al-Bukhari, no. 1355 dan Muslim, no. 1022).

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah mengatakan, “Apabila dalam dugaan kuatnya bahwa orang yang diberi termasuk mustahik zakat, maka cukuplah baginya, baik orang tersebut peminta-minta atau penampilannya adalah penampilan orang fakir, maka cukuplah baginya, meskipun seadainya di kemudian hari ternyata ia orang kaya, maka cukuplah baginya. Oleh karena itulah, ketika seseorang bersedekah kepada orang kaya, lalu orang-orang ramai membicarakannya bahwa malam ini dia memberikan sedekahnya kepada seorang yang kaya, maka dikatakan kepada orang yang bersedekah yang menyesali sedekahnya pada orang kaya ini, ‘Adapun sedekahmu telah diterima oleh Allah.’ Allah Azza wa Jalla tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Kita tidak mesti mencari-cari manusia hingga sampai batas yakin. Ini adalah perkara yang sangat sulit. Apabila dalam dugaan Anda bawah orang ini termasuk penerima zakat, kemudian Anda memberikannya, lalu ternyata ia bukan termasuk penerima zakat, maka zakat Anda diterima Allah. Alhamdulillah.” (Al-Liqa’ As-Syahri, 71/Pertanyaan nomor 9).

Rujukan

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Buletin

Daftarkan email Anda untuk menerima buletin dari situs Tanya Jawab Tentang islam

phone

Aplikasi Tanya Jawab Tentang Islam

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android