Muraqabah adalah hendaknya seorang Muslim dalam segala keadaan disertai dengan keimanan dan keyakinan bahwa Allah melihatnya, mengetahui apa yang dikerjakan anggota tubuhnya, mengetahui apa yang tersembunyi dalam jiwanya dan apa yang tersembunyi dalam dadanya.
Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah mengatakan, “Muraqabah artinya pengetahuan hamba secara terus-menerus dan keyakinannya bahwa Alah mengetahui lahir dan batinnya. Muraqabah ini merupakan hasil pengetahuannya bahwa Allah mengawasinya, melihatnya, mendengar perkataannya, mengetahui amalnya di setiap waktu dan di manapun, mengetahui setiap hembusan napas dan tak sedetikpun lolos dari perhatian-Nya.” (Madarij As-Salikin, 2/1489).
Ini merupakan salah satu Rukun Iman. Teks-teks wahyu sepakat untuk mendukunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
البقرة /235.
“Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka, takutlah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah : 235).
Seperti halnya firman Allah Ta’ala,
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
النساء /1.
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa’ : 1).
Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwasanya Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Ihsan. Beliau menjawab,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ رواه البخاري (50) ، ومسلم (9).
“Engkau menyembah Allah seakan-akan Dia melihatmu. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Al-Bukhari, no. 50 dan Muslim, no. 9).
Muraqabah termasuk konsekuensi keimanan kepada nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna), seperti Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui), As-Sami’ (Yang Maha Mendengar), dan Al-Bashir (Yang Maha Melihat).
Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah mengatakan, “Muraqabah merupakan penghambaan terhadap nama-Nya yaitu Ar-Raqib (Yang Maha Mengawasi), Al-Hafizh (Yang Maha Menjaga), As-Sami’ (Yang Maha Mendengar) dan Al-Bashir (Yang Maha Melihat). Siapa yang memahami nama ini dan beribadah menurut ketentuannya, maka dia telah sampai ke tingkatan Muraqabah. Wallahu A’lam.” (Madarij As-Salikin, 2/1493).
Muraqabah ini sangatlah penting bagi setiap Muslim, sebab dengannya tercapailah keikhlasan dalam ibadah, menunaikannya dengan baik, dan menjauhi hal-hal yang terlarang.
An-Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Sabda beliau,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
‘Engkau menyembah Allah seakan-akan Dia melihatmu. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.’
Maksud dari perkataan ini adalah untuk mendorong keikhlasan dalam beribadah dan agar seorang hamba menghadirkan pengawasan Tuhannya Yang Mahasuci dan Maha Tinggi, dalam menyempurnakan kekhusyukan, ketundukan, dan hal-hal lainnya.
Para ulama ahli hakikat menganjurkan untuk duduk bersama orang-orang yang shalih, agar seseorang terhindar dari berbagai kekurangan, sebagai bentuk penghormatan dan rasa malu kepada mereka. Lalu bagaimana dengan orang yang selalu dilihat oleh Allah baik dalam rahasianya maupun dalam perbuatannya yang terang-terangan?” (Syarah Shahih Muslim, 1/158).
Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah mengatakan, “Para ahli tarekat sepakat bahwa Muraqabatullah dalam pikiran merupakan penyebab Allah melindungi dalam gerakan lahiriah. Maka siapa yang memperhatikan Allah dalam rahasianya, maka Allah akan melindunginya dalam gerak-geriknya, baik secara rahasia maupun terang-terangan.” (Madarij As-Salikin, 2/1492).
Sebagai tambahan penjelasan, lihatlah buku Hakikat Al-Muraqabah wa Tsamaratuha karya Syaikh Dr. Khalid As-Sibti.
Wallahu A’lam.