Kamis 9 Syawal 1445 - 18 April 2024
Indonesian

Bagaimanakah Hukum Mengucapkan Kata “Yesus” Saat Kagum, Kaget atau Sedih, Sebagaimana Yang Dikatakan Oleh Orang-orang Nasrani ?

361761

Tanggal Tayang : 20-09-2021

Penampilan-penampilan : 15838

Pertanyaan

Bagaimanakah hukum mengatakan “Yesus” ?, apakah termasuk syirik, jika orang yang mengucapkannya dalam kondisi kagum atau kaget sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang nasrani dari orang-orang non Arab di dalam film dan yang lainnya ?, satu hal yang saya ketahui sejak lama saya mengucapkannya, dan saya ingin mengucapkannya akan tetapi saya belum mendapatkan fatwa terkait dengan tema tersebut. Jazakumullah khairan.

Ringkasan Jawaban

Tidak boleh bagi seorang muslim mengatakan “Yesus” saat kagum, kaget atau sedih seperti yang dikatakan oleh orang-orang nasrani; karena maksud mereka adalah “Wahai Tuhanku !”, dan mereka meyakini bahwa Tuhan mereka adalah nabi Isa ‘alaihis salam, dan nabi Isa bukanlah Tuhan, dan beliau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang meyakini bahwa pada nabi Isa ada sisi ketuhanan maka ia adalah kafir.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengatakan “Yesus” saat kagum, kaget atau sedih sebagaimana ucapan orang-orang nasrani, karena maksud mereka adalah “Wahai Tuhanku !”, dan mereka meyakini bahwa Tuhan mereka adalah Isa ‘alaihis salam, dan nabi Isa bukanlah Tuhan, akan tetapi beliau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang meyakini bahwa pada diri Isa ada sisi ketuhanan, maka ia adalah kafir.

Ucapan ini mengandung dua ancaman.

Pertama:

Menyerupai orang-orang kafir dan hukumnya haram; berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

 مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

رواه أبو داود (4031)، وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود.

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka”. (HR. Abu Daud: 4031 dan telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Sunan Abu Daud)

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

“Dan hadits ini kondisi paling sedikitnya menuntut diharamkannya menyerupai mereka, meskipun secara dzahir menuntut kufurnya orang yang menyerupai mereka, sebagaimana di dalam firman-Nya:

ومن يتولهم منكم فإنه منهم

“(Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia (wali, pelindung atau pemimpin), maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka”. (QS. Al Maidah: 51)

(Iqtidha’ Shirat al Mustaqim Mukhalafatu Ashhabil Jahim: 1/270)

Kedua:

Bahwa jika disebutkan nama Isa saat dalam kondisi terdesak atau susah, maka hal itu termasuk berdoa dan meminta pertolongan kepadanya, hal itu termasuk mensekutukan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman:

 وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

  يونس/106

“Dan janganlah engkau menyembah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi bencana kepadamu selain Allah, sebab jika engkau lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zhalim”. (QS. Yunus: 106)

Ibnu Jarir At Thabari –rahimahullah- berkata di dalam tafsirnya (15/219): (terkait dengan ayat ini)

 فإنك إذًا من الظالمين 

“Termasuk orang-orang yang berlaku syirik kepada Allah adalah mereka yang mendzalimi diri mereka sendiri”.

Allah Ta’ala berfirman:

 وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

المؤمنون/ 117

“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak akan beruntung”. (QS. Al Mukminun: 117)

Dan di dalam Shahih al Bukhori (4497) Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 من مات وهو يدعو من دون الله ندا دخل النار 

“Barang siapa yang telah meninggal dunia dalam keadaan mensekutukan Allah dengan sesuatau maka akan masuk neraka”.

Allah Ta’ala telah melarang para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- untuk berkata kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- “راعنا” padahal mereka mempunyai tujuan makna yang benar; hal itu karena orang-orang yahudi berkata dan mempunyai tujuan makna yang buruk, maka Allah telah melarang mereka untuk menyerupai orang-orang yahudi dengan ucapannya, meskipun tujuannya berbeda, Allah Ta’ala berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu katakan, raa'inaa, tetapi katakanlah, “Unzhurnaa” dan dengarkanlah. Dan orang-orang kafir akan mendapat azab yang pedih”. (QS. Al Baqarah: 104)

As Sa’di –rahimahullah- berkata di dalam tafsirnya:

“Umat Islam saat mereka belajar urusan agama pernah berkata kepada Rasulullah; “Raa’ina” yaitu; perhatikanlah keadaan kami dan tujuan mereka adalah makna yang baik, dan orang-orang yahudi mereka menginginkan makna buruk dengan kata tersebut, maka mereka telah menggunakan kesempatan tersebut dan mereka berkata kepada Rasul dengan ucapan tersebut dan bertujuan dengan makna yang rusak, maka Allah telah melarang orang-orang beriman untuk menggunakan ucapan tersebut untuk mencegah terbukanya pintu tersebut, ada larangan dari hal yang dibolehkan, jika (yang dibolehkan) itu menjadi sarana menuju yang haram.

Dalam hal ini ada sisi adab dan menggunakan kata-kata yang tidak mengandung arti kecuali kebaikan dan tidak bermakna keji, dan meninggalkan kata-kata buruk, atau yang di dalamnya mengandung gangguan atau mengandung perkara yang tidak layak, maka mereka diperintah untuk mengucapkan kata-kata yang tidak mengandung arti kecuali kebaikan, seraya Allah berfirman:

وَقُولُوا انظُرْنَا

“Tetapi katakanlah, “Unzhurnaa” dan dengarkanlah.”. (QS. Al Baqarah: 104)

Karena hal itu sudah cukup untuk sampai pada tujuan yang dimaksud tanpa ada larangan.

Silahkan bisa dilihat jawaban soal nomor: 250434

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam