Jum'ah 10 Syawal 1445 - 19 April 2024
Indonesian

Bukankah Kaum Nahsrani Memilik Hak Untuk Beriman Terhadap Salib Karena Mereka Telah Meyaksikannya Secara Nyata…

231057

Tanggal Tayang : 21-04-2016

Penampilan-penampilan : 4370

Pertanyaan

Ada pertanyaan yang mengganggu pikiran saya dan belum saya dapatkan jawabannya. Kami dapatkan dalam Al-Quranul Karim bahwa Isa alaihisssalam tidak dibunuh dan tidak disalib, akan tetapi orang-orang Nashrani memiliki anggapan bahwa beliau dibunuh dan disalib. Adalah normal jika kaum Nashrani menyakin kematian Isa Al-Masih dan penyalibannya, dan mereka memiliki hak untuk meyakini hal itu karena keyakinan tersebut lahir dari kesaksian langsung yang mereka sampaikan secara turun temurun di antara mereka.
Mengapa Allah menjadikan mereka berpandangan dan meyakini sesuatu yang tidak benar dan bagaimana mungkin mereka meyakini sesuatu yang bertentangan dengan apa yang mereka saksikan secara langsung?

Ringkasan Jawaban

Kesimpulan Jawaban: Bahkwa kaum Nashara dimaafkan keyakinan mereka tentang dibunuh dan disalibnya Isa Al-Masih, jika hal itu terjadi sebelum diutus Nabi Muhamad shallallahu  alaihi wa sallam. Adapun setelah diutusnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bukti-bukti dan mukjizat telah menunjukkan benarnya kenabiannya, maka tidak ada alasan bagi mereka yang telah jelas baginya bukti dan sampai kepadanya Islam dan Al-Quran untuk menyelisihi apa yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak terdapat dalam Al-Quran juga tidak dalam Sunah Nabi ketetapan hukum terhadap kaum Nashrani pada masa pertama (maksudnya sebelum di utusnya Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam). Tidak ada ketetapan hukum kufur atas mereka karena keyakinan mereka bahwa Isa Al-Masih telah dibunuh dan disalib. Akan tetapi Allah kafirkan mereka karena mereka menjadikan Isa Al-Masih sebagai tuhan, dan mereka menjadikan tuhan-tuhan menjadi tiga; Bapak, anak dan ruhul qudus.

Allah Taala berfirman,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ * لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (سورة المائدة: 72، 73)

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam,” padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga.” Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”

 (QS. Al-Maidah: 72-73)

Tidak terdapat dalam Al-Quranul karim ayat seperti

لقد كفر الذين قالوا إن المسيح قد قتل وصلب !!

 “Sungguh telah kafir mereka yang berkata bahwa Isa Al-Masih telah dibunuh dan disalib.”!

Sebab semua itu adalah bahwa Allah menyerupakan Nabi Isa al Masih dengan orang lain, lalu dia dibunuh oleh musuh-musuhnya dan mereka mengira bahwa dia adalah Isa Al-Masih. Padahal ketika itu tidak ada seorang pun dari pengikut Nabi Isa alaihissalam dan hawarinya (penolong setianya) ada di tempat tersebut sehingga dapat memastikan siapa orang yang disalib itu kecuali sebagian wanita yang berdiri jauh menyaksikan. Kemudian tersebarlah berita terbunuhnya Isa Al-Masih serta penyaliban dan penguburannya. Lalu banyak orang-orang yang mempercayainya termasuk para pengikutnya, karena mereka tidak memiliki ilmu yang membatalkan keyakinan tersebut dengan anggapan bahwa Isa Al-Masih adalah manusia yang tidak terhalang baginya untuk terbunuh sebagaimana orang-orang Yahudi sebelumnya membunuh para nabi selainnya. Maka dengan demikian hal menjadi uzur ketika itu bagi mereka yang meyakini dengan keyakinan keliru tersebut.
 

Karena itu, kami sepakat dengan anda yang berpendapat bahwa ‘wajar’ –sebagaimana ungkapan anda- orang-orang Nashrani, maksudnya kaum Nashrani generasi awal, sebelum datangnya Nabi Muhamad shallallahu alaihi wa sallam, berkeyakinan bahwa Nabi Isa Al-Masih dibunuh dan disalib.

Akan tetapi, setelah diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan turunnya Al-Quran yang dengan tegas mengingkari perkara terbuuhnya Isa Al-Masih dan penyalibannya, maka siapa yang tetap meyakini terbunuhnya Isa Al-Masih dan penyalibannya, maka dia adalah kafir, karena berarti dia telah mendustakan kabar dari Allah yang berdasarkan dalil pasti dan berbagai mu’jizat menunjukkan bahwa dia adalah firman Allah, bukan ucapan salah seorang manusia.

Maka siapa yang beriman dari kalangan pengikut Isa Al-Masih sebelum kenabian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa Nabi Isa adalah seorang Nabi dan Rasul, bukan tuhan dan anak tuhan, lalu dia mengikuti ajarannya, hanya saja dia keliru dengan meyakini bahwa beliau dibunuh dan disalib, maka orang tersebut adalah seorang mukmin yang bertauhid, dia dianggap uzur memiliki keyakinan keliru tersebut.

Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Jika dikatakan bahwa orang-orang hawari atau sebagian dari mereka atau banyak dari kalangan ahli kitab atau mayoritas mereka meyakini bahwa Isa Al-Masih yang disalib, maka mereka keliru dalam masalah ini. Kekeliruan ini tidak merusak keimanan mereka terhadap Isa Al-Masih jika mereka beriman dengan ajaran yang dia bawa. Hal ini tidak menyebabkan mereka masuk neraka, karena Injil yang berada di tangan ahli kitab menyebutkan penyaliban Isa Al-Masih.” (Al-Jawab Ash-Shahih, 2/302)

Akan tetapi uzur tersebut tidak berlaku lagi dengan kedatangan berita yang benar dari Tuhan semesta alam dalam KitabNya, yaitu bahwa Yahudi terlaknat telah menyebabkan perkara tersebut menjadi samar dan bahwa Allah Taala tidak memberikan mereka kemampuan untuk menangkap Nabi Isa alaihissalam yang sebenarnya dan tidak dapat membunuh mereka, tidak juga dapat menyalibnya. Maka, sejak saat itu, uzur menjadi terputus dengan datangnya berita yang sebenarnya tersebut.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Allah Azza wa Jalla tidak pernah menurunkan satu kitab pun sebelum Al-Quran yang menyatakan disalibnya Nabi Isa alaihissalam, tidak juga mengingkarinya. Barulah ketika Al-Quran diturunkan, dinyatakan dustanya berita tentang penyalibannya.” (Al-Fashl Fil Milal wal Ahwa Wan-Nahl, 1/57)           

Akan tetapi berita dari Al-Quranul Karim hanya bermanfaat bagi orang yang mendengar dan menyampaikan dengan argument yang kuat serta kepada mereka yang sudah disampaikan hujah kenabian Muhammad shallallahu alaihi wa sallam serta membenarkan berita dan risalahnya.

Karena itu yang layak dibicarakan disini adalah mengajak orang Yahudi dan Nashrani kepada Islam serta mengimani Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul utusan Allah Taala serta beriman kepada Al-Quran sebagai firman Allah azza wa jalla. Siapa yang berserah diri kepada Allah sebagai Tuhan semesta alam, beriman kepada Nabinya dan kepada kitabnya yang mulia, maka logika sederhananya dia akan beriman dengan berita dari Allah Taala tentang perkara tersebut,

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا. بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (سورة النساء: 157، 158)

“Dan karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putera Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepadaNya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 157-158)

Tidak ada yang mustahil terhadap yang disebutkan dalam Al-Quranh. Apalagi kita berbicara secaa khusus tentang seorang nabi dan rasul seperti Nabi Isa alaihissalam yang dapat menghidupkan yang mati, menyembuhkan orang yang sakit kusta dan belang, dapat berbicara sejak masih buaian. Semua itu adalah mukjizat yang tidak dapat biasa terjadi di alam ini dan dalam kehidupan manusia. Mengapa kita  menganggap jauh kemungkinan Allah menyerupakan seorang yang hadir pada peristiwa penyaliba dengan Nabi Isa alaihissalam! Apa yang mustahil dalam berita seperti ini? Padahal Allah Taala telah mengutus para rasulNya dan membelanya dengan kelembutan dan kekuasaanNya agar beliau alaihissalam memiliki perkara yang dia simpan untuk akhir zaman?!

Karena itu seorang muslim tidak mengawali dialognya kepada orang Nashrani dengan masalah penyaliban dan mendebat mereka dalam masalah itu, apakah terjadi atau tidak, kecuali jika melakukan kajian historis semata. Adapun dalam hal memberikan argument agama tentang kebenaran agama Islam dan dia adalah agama yang paling layak diikuti dan bahwa dia menghapus ajaran sebelumnya. Berdialog dalam masalah penyaliban tidak memiliki manfaat dan guna. Akan tetapi hendaknya diawali dengan melakukan perjalanan ilmiah untuk mengetahui keesaan Allah Taala, kemudian tentang kenabian penutup para nabi dan rasul, yaitu Nabi Muhamad shallallahu alaihi wa sallam. Siapa yang menolak kedua rukun dasar ini, maka dia lebih mungkin lagi menolak selain kedua perkara ini dan bersungguh-sungguh dalam membantah dan mendustakannya. Siapa yang beriman dengan keduanya, maka dia lebih mungkin lagi membenarkan aqidah dalam Al-Quran berupa kisah penyaliban.

Jika dia telah beriman dengan kalam Allah, maka ketika itu hendaknya seorang muslim mengajaknya mengkaji ulang historis dalam masalah penyaliban berdasarkan pengingkaran yang tegas dalam Al-Quranul Karim, yaitu tentang dibunuh dan disalibnya Isa Al-Masih di tangan para musuhnya.

Maka akan dapat disingkap bahwa pembicaraan tentang persaksian fisik sebagaimana yang disebutkan dalam pertanyaan adalah merupakan masalah yang masuk dalam ruang lingkup penelitian dan pandangan. Tidak ada seorang pun yang memiliki landasan tekstual yang menguatkan mutawatir atau banyaknya orang yang melihat secara kasat mata peristiwa penyaliban tersebut. Kitapun tidak memiliki penguat ada banyaknya persaksian atas peristiwa penyaliban tersebut. Al-Quran menguatkan bahwa Allah menjadikan samar bagi orang yang ingin membunuhnya, sementara tidak ada saksi yang bersifat independen atau dari pengikut Nabi Isa alaihissalam tidak membicarakan bahwa orang yang disalib adalah orang yang diserupakan di hadapan mereka. Injil yang dicetak sekarang pun tidak menyebutkan selain sejumlah wanita yang melihatnya dari jauh bukan dari dekat, sehingga tidak kecil kemungkinan perkara ini menjadi samar bagi mereka dan persaksian yang jauh seperti itu tidak mencapai batas mutawatir yang dikira sebagian orang.

Imam Sarkhasi rahimahullah berkata,

“Apa yang menjadi landasan mereka berupa kutipan dari kalangan Nashara dan Yahudi tentang terbunuhnya Isa Al-Masih, itu adalah keliru. Karena kutipan yang bersifat mutawatir tidak terdapat dalam riwayat ini. Karena kaum Nashara meriwayatkannya dari empat orang saja, mereka bersama Isa Al-Masih di rumah. Sedangkan kaum hawari bersembunyi dan berpisah-pisah ketika kaum Yahudi hendak membunnuh mereka.

Adapun orang Yahudi meriwayatkan berita ini dari tujuh orang saja yang masuk ke dalam rumah yang terdapat Isa Al-Masih sedangkan mereka nyata bersekutu dalam dusta. Diriwayatkan pula bahwa mereka tidak mengenal Isa Al-Masih secara hakiki sehingga ada seseorang yang menunjukkan kepadanya, konon namanya Yahuza yang sebelumnya mendampinginya. Riwayat seperti ini tidak mencapai derajat mutawatir.

Jika ada yang mengatakan,

Penyaliban telah disaksikan sejumlah orang yang tidak terbayang mereka sepakat berdusta secara normal. Maka terwujudlah batasan mutawatir dalam pengabaran tentang penyaliban tersebut.

Kami katakan, “Tidak, demikian juga masalahnya. Karena sesungguhnya peristiwa penyaliban itu hanya diisukan oleh sedikit orang, kemudian semua orang berpatokan pada berita dari mereka bahwa yang disalib adalah si fulan, mereka melihat dari jauh tanpa meneliti secara detail, dan secara fitrah, seseorang menghindar untuk melihat dari dekat peristiwa penyaliban. Kedua bahwa periwayatan yang mutawatir dari mereka tentang terbunnuhnya seseorang yang mereka ketahui sebagai Isa dan penyalibannya, maka peristiwa ini mengharuskan keyakinan atas periwayatan mereka.

Akan tetapi, orang tersebut ternyata bukan Isa alaihissalam, yang orang yang diserupakan dengannya, sebagaimana firmanNya,

ولكن شبه لهم

“tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.”

Terdapat dalam sebuah khabar bahwa Nabi Isa alaihissalam berkata kepada orang yang bersama dengannya, ‘Siapa yang di antara kalian yang ingin diserupakan Allah kepadaku hingga dia terbunuh, maka baginya surga.’ Maka berkatalah seseorang, ‘Saya’ Maka Allah berikan dia keserupaan dengan Nabi Isa, lalu dia terbunuh, sedangkan Isa diangkat ke langit.” (Ushul Sarkhasi, 1/285-286)

Kami tidak memperpanjang jawaban ini, cukup dengan apa yang telah disebutkan dalam tema yang sama pada fatwa no. 224199 dan 225709.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam