Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Hukumnya Memenuhi Undangan, dan Syarat-syaratnya

Pertanyaan

Kadang aku diundang untuk pertemuan kecil dan pertemuan besar, apa yang dilakukan jika pertemuan-pertemuan tersebut pada umumnya di dalamnya ada unsur ghibah, kasak kusuk, kesombongan, persaingan dalam hal pakaian, dan omongan kepada orang yang memakai pakaian sederhana (seperti aku) dan bisa jadi ada unsur mengadu domba, sebaimana aku mempunyai pekerjaan rumah (aku tidak ingin punya pembantu dan semua yang hadir dalam pertemuan tersebut kira-kira mereka mempunyai pembantu dan karenanya mereka mempunyai waktu luang). Suami dan rumah aku membutuhkan aku, setiap detik aku persembahkan untuk rumah aku, akan mempunyai dampak in sya Allah.

Pertanyaanku  yang pertama adalah aku berharap ada waktu tambahan untuk membaca Al Qur’an atau buku yang bermanfaat, maka aku tidak ingin hadir pada pertemuan-pertemuan dunia yang aku lihat keburukannya menutupi manfaatnya, dan jika ada manfaatnya tolong berilah aku petunjuk pada sikap yang sesuai? Apa alasan yang sesuai agar aku tidak menghadiri acara tersebut, jika aku mempunyai hak untuk itu? Apa sikap yang tepat jika ada yang dengki kepada aku, dan bahagia jika melihat aku berada dalam kondisi sulit dan membicarakan aku, apakah aku wajib menghadiri undangannya ? 

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Selanjutnya, Terdapat di dalam Shahih Bukhari (1164) dan Muslim (4022) bahwa Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ 

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima, menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menghadiri undangan, dan menjawab orang bersin”.

Para ulama telah membagi undangan yang diperintahkan dihadiri seorang muslim menjadi dua bagian:

Pertama:

Undangan walimatul ‘urs (pernikahan), maka jumhur ulama mewajibkan untuk menghadirinya kecuali karena ada udzur syar’i (alasan syar’i), dan akan disebutkan berikutnya beberapa udzur syar’i ini –in sya Allah-. Dan dalil akan wajibnya menghadiri undangan adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Bukhari (4779) dan Muslim (2585) dari Abu Hurairah bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ 

“Seburuk-buruk makanan adalah jamuan resepsi pernikahan dimana orang yang mau menghadirinya dilarang, dan orang yang enggan datang diundang, dan barang siapa yang tidak menghadiri undangan maka ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”.

Kedua:

Undangan untuk selain walimatul ‘urs (resepsi pernikahan) berbeda macam-macamnya, jumhur ulama berpendapat bahwa menghadirinya hukumnya sunah. Dan tidak ada yang berbeda dengan pendapat tersebut kecuali sebagian penganut Syafi’iyyah, dan dzohiriyah, mereka mewajibkannya. Jika dikatakan bahwa hukumnya sunah muakkadah maka akan lebih mendekati, wallahu A’lam.

Akan tetapi para ulama telah memberikan syarat-syarat untuk menghadiri undangan, jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka menghadiri undangan tidak wajib dan tidak sunah, bahkan bisa jadi haram menghadirinya, dan Syeikh Muhammad bin Utsaimin –rahimahullah- telah meringkas beberapa syarat:

  1. Tidak ada kemunkaran di tempat undangan, jika di sana ada kemungkaran dan dia mampu menghilangkannya, maka dia wajib menghadirinya karena dua sebab: menjawab undangan dan merubah kemungkaran, dan jika dia tidak mungkin menghilangkannya maka dia haram untuk menghadirinya.
  2. Pihak yang mengundang walimah termasuk orang yang tidak termasuk orang yang wajib atau sunah untuk dikucilkan; (seperti dikucilkan karena kefasikan atau kemaksiatannya, dan mengucilkannya ini bisa jadi akan memberikan manfaat atas taubatnya dari hal tersebut.
  3. Hendaknya pihak yang mengundang adalah sebagai muslim, kalau tidak maka tidak wajib menghadirinya, berdasarkan sabda beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

 حق المسلم على المسلم ..  

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya...”.

  1. Hendaknya makanan walimahnya mubah yang boleh dimakan.
  2. Hendaknya menghadiri undangan tidak mengandung pengguguran kewajiban, atau apa yang lebih wajib dari undangan tersebut, jika mengandung hal itu maka haram menghadirinya.
  3. Hendaknya tidak mengandung bahaya bagi tamu undangan, seperti; membutuhkan perjalanan atau berpisah dengan keluarganya yang butuh keberadaanya di sisi mereka, atau hal lain yang serupa dari macam-macam bahaya yang ada”. (Al Qaul Al Mufiid: 3/111 dengan perubahan)

Dan sebagian ulama menambahkan:

  1. Pihak yang mengundang hendaknya mengkhususkan orang yang diundang, berbeda dengan jika ia mengundang para hadirin untuk majelis umum untuk menghadiri walimahnya, dan ia satu dari mereka semua, maka ia tidak wajib menghadirinya menurut kebanyakan para ulama.

Dengan ini menjadi jelas bagi anda, bahwa menghadiri undangan seperti ini tidak wajib bagi anda, bahkan bisa jadi haram, jika anda tidak mampu merubah kemungkaran atau hehadiran anda akan menelantarkan hak isteri dan anak-anak anda dari mendidik dan mengasuh mereka yang menjadi kewajiban anda, lalu anda juga tidak selamat dari keburukan dan bahaya dari mereka, maka hal ini adalah sebagai udzur bagi anda untuk menghadiri undangan yang wajb, lalu bagaimana dengan yang lebih ringan dari itu.

Anda wajib mengingatkan seorang wanita juga bahwa dia wajib izin kepada suaminya untuk keluar menuju acara yang dia diundang, anda wajib juga menasehati para akhawat untuk bersungguh-sungguh untuk memanfaatkan waktu dan majelis mereka tentang apa yang manfaatnya akan kembali kepada mereka baik manfaat agama atau manfaat duniawi, karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memperingatkan kita dari  majelis gibah yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala di dalamnya, maka beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ  رواه الترمذي (3302 ) و قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ  وصححه الألباني كما في صحيح الترمذي ( 3 / 140 )

“Tidaklah suatu kaum duduk di sebuah mejelis di mana mereka tidak menyebut nama Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi mereka, kecuali bagi mereka kerugian atau penyesalan, jika Dia (Allah) berkehendak maka akan mengadzab mereka, dan jika berkehendak akan mengampuni mereka”. (HR. Tirmidzi: 3302 dan ia berkata: ini hadits hasan shahih dan telah dinyatakan shahih oleh Albani sebagaimana di dalam shahih tirmidzi: 3/140)

Arti dari kata Tiratan adalah kerugian dan penyesalan.

Dan di dalam Sunan Abu Daud (4214) dan yang lainnya dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلا قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً   وصححه النووي في رياض الصالحين ( 321 ) وتابعه الألباني رحمهما الله .

“Tidaklah suatu kaum berdiri dari majelis yang tidak menyebut nama Allah di dalmnya, kecuali mereka berdiri seperti bangkainya keledai dan bagi mereka kerugian”. (Telah dinyatakan shahih oleh An-Nawawi  di dalam Riyadhus Shalihin: 321 dan telah diikuti oleh Albani –rahimahullah-)

Sampaikanlah nasehat ini kepada mereka, baik secara lisan atau dengan tertulis, bisa lebih dari itu dengan mengundang mereka ke rumah anda, dan anda telah menggunakan pertemuan itu untuk mengadakan halaqah zikir, ditambah lagi dengan sebagian perkara mubah yang dapat menimbulkan rasa cinta di antara mereka, semoga Allah akan menjadikan anda sebagai sebab yang memberikan sunah baik kepada mereka dan mendapatkan manfaat dari adanya majelis seperti ini. Dan Allah menjadi sumber taufik.

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid