Alhamdulillah.
Al-Hamdulillah yang Maha Terpuji oleh setiap lisan, yang diibadahi pada setiap jaman, yang ilmunya meliputi setiap tempat, tak pernah tersibukkan oleh segala urusan, tak memiliki sekutu dan tandingan, tak punya isteri dan anak-anak, kebijaksanaannya meliputi seluruh hamba-Nya. Tak ada sesuatu yang menyerupai diri, Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada utusan Allah sebagai rahmat bagi sekalian makhluk, hujjah bagi seluruh manusia, yang menyampaikan risalah dan menunaikan amanah, berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, sehingga beliau meninggalkan kita di jalan yang putih bersih, malamnya bagaikan siangnya; yang menyimpang dari jalan itu pasti akan binasa, wa ba'du:
Harus kita ketahui wahai saudaraku, setiap orang yang mengimani adanya Allah dan keberadaan Allah sebagai Tuhan Pencipta meskipun orang itu dari kalangan non muslim sekalipun pasti akan mengetahui bahwa Allah sebagai Rabb pasti berbeda dengan makhluk-Nya pada segala sisi. Maka tidak ada alasan untuk menyerupakan atau memberperbandingkan Allah dengan makhluk-Nya. Firman Allah:
"..Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat…" (Asy-Syura : 11)
Apabila orang yang memiliki sesuatu di dunia
ini dapat menggunakan miliknya itu sesuka hati tanpa dimintai pertanggungjawaban
oleh sesama makhluk karena itu adalah miliknya, maka Allah sebagai Pencipta
yang tidak serupa dengan sesuatu apapun juga berhak untuk memperlakukan ciptaan-Nya
sekehendak-Nya. Sebagai makhluk-Nya, kita juga yakin bahwa Allah memiliki
hikmah yang dalam yang tidak akan mungkin dimasuki oleh kekurangan apapun.
Bahkan setiap orang yang mempercayai keberadaan Allah dan beriman bahwa Allah
adalah Rabb-Nya, pasti dapat menerima hal itu. Karena kalau tidak, berarti
ia kurang mengimani Rabbnya. Dan pasti dimaklumi oleh orang yang memiliki
akal dan iman yang serendah-rendahnya bahwa yang berhak menjadi Rabb/Tuhan
hanyalah yang Maha Sempurna dalam segala hal, jauh dari segala kekurangan.
Kalau tidak demikian, bukanlah Rabb yang sebenarnya. Dengan eksistensi kita
sebagai makhluk ciptaan Allah, tidak mungkin kita bisa mendapatkan sedikitpun
dari hikmah-Nya, kecuali setelah diberitahukan oleh Allah. Segala hikmah dari
perbuatan Allah yang telah diajarkan kepada kita, akan dapat kita pahami dan
kita percayai. Sementara segala yang disembunyikan oleh Allah sehingga menjadi
ilmu yang khusus bagi Allah, kita imani, dan kita menyadari bahwa Allah hanya
melakukan sesuatu karena adanya hikmah yang besar, karena Allah itu Maha Bijaksana
dan Maha Mengetahui. Sehingga mustahil ada hasrat dalam hati kita untuk meminta
pertanggungjawaban Allah atas perbuatan-Nya dalam kekuasaan dan terhadap para
makhluk-Nya. Kalau tidak, berarti kita telah melangkahi posisi ketuhanan,
dan berarti kita juga melangkahi hak kita, sehingga kita menduga-duga bahwa
kita dapat mengetahui apa yang diketahui oleh Allah. Ucapan semacam ini tak
mungkin dilontarkan oleh seorang Atheis sekalipun yang tidak mempercayai adanya
Tuhan! Wal iyadzu billah.
Kalau kita bisa mengakui segala pakar specialis di bidangnya padahal mereka
manusia seperti kita, tanpa menggungat mereka, seperti para dokter dan insinyur
atau yang lainnya, dengan alasan karena tingkat keilmuan kita tidak memungkinkan
kita untuk memahami apa yang mereka utarakan, tentu lebih layak dan lebih
pantas lagi kita mengakui Yang Maha Mengetahui yang mengetahui segala sesuatu,
untuk berbuat sekehendak-Nya dalam mengurus semua ciptaan-Nya, smentara kita
tidak memahaminya; bahwa itu adalah kebijaksanaan-Nya belaka dan semua itu
adalah kebenaran, tidak diragukan lagi.
Kita adalah munusia biasa, sehingga merupakan satu kebijaksaaan kadang-adang
bila kita melakukan hal-hal yang kurang baik bagi kita karena mengandung satu
manfaat, yang apabila tidak kita lakukan kita akan dituduh tidak bijaksana
dan kurang berakal. Misalnya orang sakit yang takut dirinya celaka, sementara
ia tahu bahwa obat penyakitnya dengan ijin Allah adalah dengan meminum obat
tertentu. Tentu bijaksana bila ia meminum obat itu meskipun terasa pahit.
Kalau ia tidak mau meminumnya, tentu justru dianggap tidak teledor dan kurang
akal. Demikianlah, banyak hal dalam kehidupan kita yang tidak kita sukai,
tetapi terpaksa kita lakukan karena mengandung kemaslahatan tertentu.
Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi, tidak ada alasan menyerupakan-Nya
dengan makhluk, dengan kekuasaan-Nya, tentu saja berhak melakukan sebagian
hal yang tidak disukai makhluknya karena mengandung banyak kemaslahatan besar
yang tidak bisa dinalar, atau sebagian besar tidak bisa dimengerti. Sebagian
kecil dari hikmah itu telah terungkap bagi kita. Itu semua karena rahmat Allah
terhadap para hamba-Nya yang beriman, dengan memperlihatkan kepada mereka
sebagian hikmah semua itu di dunia agar hati mereka tenang. Misalnya, kalau
kita mau mencari sebagian hikmah yang dapat kita pahami dengan diciptakannya
anak bayi, kemudian ia wafat. Bisa jadi bila ia hidup, ia akan melakukan berbagai
perbuatan maksiat dan dosa-dosa besar, sehingga bisa menyebabkan dirinya kekal
di Neraka, atau menyebabkan lama mendekam di dalamnya, atau menyengsarakan
kedua orang tuanya atau orang lain, seperti kondisi anak kecil yang dibunuh
oleh Nabi Khidir dalam kisahnya bersama Nabi Musa 'Alaihimassalam, yakni yang
terdapat dalam surat Al-Kahfi. Atau seandainya ia besar, ia akan mengalami
kesengsaraan hebat, sehingga kematian itu baginya adalah rahmat dari Allah.
Demikian pula bila seorang bayi ditakdirkan hidup cacat, bisa jadi kesengsaraan
itu akan menghalangi dirinya melakukan banyak perbuatan maksiat, yang kalau
saja ia tidak cacat ia pasti akan melakukannya sehingga mendapatkan siksa
di Hari Kiamat nanti. Kemudian tidak setiap penyakit atau cacat itu menjadi
siksaan. Bisa jadi juga semua itu menjadi cobaan bagi kedua orang tuanya,
sehingga dengan cobaan itu Allah mengampuni sebagian dosa-dosa keduanya, atau
mengangkat derajat keduanya di Surga kalau mereka sabar menghadapi cobaan
itu. Kemudian bila anak itu menjadi besar, cobaan itu akan merambat kepadanya,
yang apabila ia bersabar dengan penuh keimanan, memang bisa jadi Allah mempersiapkan
pahala besar bagi mereka yang sabar tanpa batas, tak bisa dihitung. Allah
berfirman:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas." (Az-Zumar : 10)
Bagi kita sebagai muslim, hidup itu tidaklah
berakhir dengan kematian. Bahkan kita percaya di balik kematian itu akan ada
Surga dan Neraka. Di dalamnyalah terdapat kehidupan sejati. Para pelaku kebajikan
akan memperoleh pahala dari segala kebaikan yang mereka amalkan di sisi Allah
setelah masa penantian mereka. Demikian juga para pelaku kejahatan akan memperoleh
ganjarannya. Tidak akan mungkin sama yang baik dengan yang buruk. Demikian
juga orang yang mendapatkan cobaan lalu bersabar, tidak akan sisis-sia kesabarannya
itu di sisi Allah. Bahkan bisa jadi orang yang tidak mendapatkan cobaan itu
di dunia akan berangan-angan mendapatkan musibah serupa, karena ia melihat
betapa tinggi derajat orang yang mendapatkannya. Banyak dalil yang menunjukkan
hal itu dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul. Di antaranya:
Allah berfirman:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.." (Al-Baqarah : 155)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sungguh ajaib keadaan seorang mukmin, karena seluruh kondisinya adalah baik baginya. Hal itu hanya berlaku bagi seorang mukmin saja. Apabila ia mendapatkan kesenangan, lalu ia bersyukur, itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa musibah, lalu ia bersabar, maka itupun menjadi kebaikan baginya." (HR. Muslim No. 2999)
Dengan semua penjelasan ini menjadi jelas
bahwa semua musibah yang terjadi terhadap orang-orang yang masih suci dalam
pandangan kita, bahkan juga seluruh manusia tidaklah secara pasti merupakan
siksaan buat mereka. Bahkan terkadang merupakan rahmat dari Allah. Hanya saja
akal kita terlalu picik. Lebih sering kita tidak mampu memahami hikmah Allah
dalam hal itu. Jadi hendaknya kita mengimani bahwa Allah itu lebih adil, lebih
bijaksana, lebih mengetahui dan lebih memiliki rahmat terhadap hamba-hamba-Nya.
Sehingga kita berserahdiri kepada-Nya. Kita ridha dan mengakui kelemahan dan
ketidakmampuan kita dalam mengetahi hakikat diri kita sendiri sekalipun. Atau
kita akan menyombongkan akal kita yang picik, terpedaya oleh diri kita sendiri
yang lemah, serta merasa harus meminta pertanggungjawaban dari Allah dan menggugatnya.
Keyakinan semacam itu tidak akan mungkin terbetik pada diri orang yang beriman
akan adanya Allah sebagai Pencipta, Raja-diraja, Yang Maha Bijaksana dan Maha
Paripurna pada segala sisi. Kalau kita lakukan hal itu, berarti kita telah
menghantarkan diri kita kepada kemarahan dan kemurkaan Allah, sementara tak
ada sesuatu apapun yang berbahaya bagi Allah.
Oleh sebab itu, Allah telah memperingatkan hal itu dengan firman-Nya:
"Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiyaa : 23)
Demikian juga dengan kelemahan dan kepicikan
pandangan manusia, mereka hanya mencukupi diri dengan melihat musibah-musibah
tersebut tanpa berusaha mengetahui berbagai manfaatnya dan melihat berbagai
kenikmatan lain baginya dan yang ada di sekitarnya. Padahal segala kenikmatan
Allah bagi manusia tidak bisa dibandingkan dengan sekedar musibah yang menimpa
mereka. Kalau ada orang yang banyak berbuat baik, lalu sesekali ia tidak berbuat
baik, melupakan kebaikannya dianggap tidak mengenal budi. Bagaimana pula terhadap
Allah yang tidak memiliki sekutu dalam sifat-Nya. Segala perbuatan Allah di
dunia ini adalah kebaikan semata, tidak mungkin merupakan keburukan dari sisi
manapun.
Demikian juga, sesungguhnya para nabi dan rasul adalah orang-orang yang paling
dicintai oleh Allah. Namun demikian, mereka adalah orang-orang yang paling
banyak dan palin berat cobaan dan musibah yang diterimanya. Kenapa? Bukan
menjadi siksaan buat mereka, bukan pula karena kehinaan mereka di sisi Rabb
mereka, akan tetapi karena Allah mencintai mereka dan hendak menyimpan pahala
kebaikan mereka untuk di Surga nanti. Allah menetapkan berbagai musibah itu
bagi mereka untuk mengangkat dan meninggikan derajat mereka. Allah Subhanahu
wa Ta'ala dapat melakukan apa saja dan bagaimana saja serta kapan saja Allah
menghendaki. Tidak ada bisa menggugat keputusan-Nya, atau menolak perintah-Nya.
Allah adalah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Allah itu lebih Tinggi, lebih
Mengetahui dan lebih Bijaksana. Sebagai catatan untuk redaksi pertanyaan:
"..teman wanita saya," sesungguhnya tidak boleh mengadakan hubungan
yang tidak disyariatkan antara lelaki dengan wanita. Untuk penjelasan dan
keterangan lebih jauh terhadap persoalan ini, silakan melihat fatwa No. 9465,
1200 pada situs yang sama.