Sabtu 11 Syawal 1445 - 20 April 2024
Indonesian

Semua Kebaikan Dan Kenikmatan Yang Kita Dapatkan Adalah Rezeki Dari Allah, Baik Karena Usaha Tangan Kita Atau Lewat Usaha Orang Lain Yang Sampai Ke Kita

Pertanyaan

Saya tahu Allah telah menentukan rezeki kita. Apa yang dianggap rezeki? Apakah hanya sekedar uang yang kita usahakan sendiri  serta hasil usaha tangan-tangan kita? Atau termasuk juga apa yang dihibahkan kepada kita dari kerabat atau orang lain? Apakah yang terakhir juga termasuk rezeki?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Di antara nama Allah yang mulia adalah ‘Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Allah taala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ * مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ * إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

سورة الذاريات: 56 – 58

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Az-Zariyat: 56-58)

Kata Ar-Razzaq adalah ungkapan yang menunjukkan lebih,  dari isim Fail Ar-Raziq, maksudnya yang banyak memberi rezeki.

Semua yang telah Allah tentukan kepada hamba-hamba-Nya dan diturunkan dari simpanan-Nya untuk manusia, baik itu berupa harta, anak, istri, ilmu atau akhlak atau kesehatan adalah rezeki dari Allah kepada hamba-Nya. Baik hal itu lewat usaha tangannya atau warisan yang diwariskan kepadanya atau pemberian (hibah) yang sampai kepada hamba-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ

سورة الذاريات: 22

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Az-Zariyat: 22)

Dan firman-Nya:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

سورة النحل: 53

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS. An-Nahl: 53)

Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menamakan apa yang sampai kepada seorang hamba berupa harta dari orang lain sebagai rezeki.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الْمَالِ شَيْئًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَسْأَلَهُ فَلْيَقْبَلْهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ (رواه أحمد، رقم 7908، وصححه الألباني في صحيح الجامع، رقم 5921)

“Siapa yang Allah berikan sejumlah harta kepadanya tanpa dia memintanya, hendaklah dia terima. Karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang dihantarkan Allah Azza wajalla kepadanya.” (HR. Ahmad, no. 7908), dinyatakan shahih oleh Albany dalam Shahih Al-Jami’, no. 5921).

Dari Qo’qo’ bin Hakim, sesungguhnya Abdul Aziz bin Marwan menulis surat kepada Abdullah bin Umar agar menulis kebutuhan anda kepadaku, berkata, maka Abdullah bin Umar menjawab dengan menulis,”Sesungguhna saya mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَإِنِّي لَأَحْسِبُ الْيَدَ الْعُلْيَا الْمُعْطِيَةَ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةَ ، وَإِنِّي غَيْرُ سَائِلِكَ شَيْئًا وَلَا رَادٍّ رِزْقًا سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيَّ مِنْك (رواه أحمد، رقم 6402، وصححه محققو المسند)

“Mulailah dengan orang yang menjadi tanggung jawab anda, tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah.” Saya beranggapan bahwa tangan di atas itu yang memberi dan tangan di bawah itu orang yang menerima (meminta). Dan saya tidak meminta sedikitpun kepada anda namun tidak akan menolak rezeki yang Allah hantarkan kepadaku lewat anda.” (HR. Ahmad, no. 6402, dinyatakan shahih oleh peneliti Al-Musnad)

Al Baihaqi rahimahullah mengatakan, “Abu Sulaiman mengatakan sebagaimana aku  dikabarkan darinya, kata Ar-Razaq adalah yang menanggung rezeki dan memberikan kepada semua jiwa apa yang dapat menguatkannya berupa makanan. Dia juga berkata, “Semua yang sampai kepadanya, baik itu yang mubah dan yang tidak mubah, adalah rezeki Allah. Dalam arti Dia yang telah memberikannya makanan dan kebutuhan hidupnya.”  (Al-Asma was Sifat, 1/172).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Kata ‘Ar-Rizku’ maksudnya adalah apa yang Allah halalkan bagi hamba dan Dia jadikan hal itu sebagai miliknya. Dimaksudkan juga apa yang dikonsumsi seorang hamba.

(Makna) Yang pertama seperti firman-Nya:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Munafiqun: 10)

Dan firman-Nya:

وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 3)

Maka rezeki di sini adalah yang halal dan yang dimiliki, tidak termasuk di dalamnya khamar (minuman keras) dan yang haram.

(Makna) kedua seperti firman-Nya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6)

Maka Allah Ta’ala memberikan rezeki kepada binatang-binatang, hal itu tidak disifati bahwa binatang itu memilikinya, tidak juga Allah telah menghalalkan dengan halal secara agama, karena tidak ada beban kewajiban terhadap binatang ternak, -begitu juga anak-anak dan orang-orang gila- akan tetapi dia tidak memilikinya dan juga tidak diharamkan kepadanya.

Adapun  yang diharamkan adalah sebagian kecil dari apa yang dikonsumsi manusia, dia termasuk rezeki yang Allah mengetahui bahwa makanan itu dikonsumsi, maka Allah membatasinya. Berbeda dengan apa yang dihalalkan dan dapat dimiliki.

Sebagaimana riwayat yang terdapat dalam dua kitab shahih; Shahih Bukhari dan Muslim (as Shahihain) dari Ibnu Masud dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:

يُجْمَعُ خَلْقُ أَحَدِكُمْ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يُبْعَثُ الْمَلَكُ ، فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ : فَيُقَالُ : اُكْتُبْ رِزْقَهُ ، وَأَجَلَهُ ، وَعَمَلَهُ ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ ، قَالَ : فَوَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلَهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلَهَا

“Dikumpulan penciptaan salah seorang di antara kalian di rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah (hasil pembuahan sperma dan ovum), kemudian berupa alaqah (cairan kental) seperti itu (empat puluh hari), kemudian berupa mudghoh (sekerat daging) seperti itu (empat puluh hari). Kemudian malaikat diutus kepadanya dan diperintahkan mencatat empat hal. Dikatakan, ”Tulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Kemudian ditiupkan ruh di dalamnya. Maka beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) berkata, “Sungguh, demi yang jiwaku ada ditangan-Nya bahwa salah seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk surga, sampai jarak antara dia dengan surga tinggal sehasta, kemudian telah datang keketapan, sehingga dia beramal seperti amalan penduduk neraka, maka dia masuk kedalamnya. Ada juga salah seorang di antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk neraka sampai jarak antara dia dan neraka tinggal sehasta, akan tetapi telah ada ketetapan, maka dia beramal dengan amalan penduduk surga sehingga dia memasukinya.

Rezeki haram telah Allah tentukan dan ditulis oleh para Malaikat dan Dia termasuk di bawah kehendak Allah kepada makhluk. Meskipun begitu Allah telah mengharamkan dan melarangnya. Maka pelakunya berhak mendapatkan  murka, kehinaan dan hukuman yang layak dari Allah . (Majmu Fatawa, 8/545).

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam