Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Hukum Makan Sampai Kenyang Apakah Hal Itu Termasuk Berlebihan?

145160

Tanggal Tayang : 01-01-2024

Penampilan-penampilan : 738

Pertanyaan

Telah ada dalam Qur’an firman Allah ta’ala:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” QS. Al-A’raf: 31

Dan telah ada dalam hadits di Ahmad bahwa miqdam bin Makdikarb al-Kindi berkata, sesungguhnya dia mendengar Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ما ملأ بن آدم وعاءً شراً من بطنه ، بحسب ابن آدم لقيمات يقمن بها صلبه ، فإن كان ولا بد فثلث لطعامه ، وثلث لشرابه ، وثلث لنفسه رواه النسائي والترمذي وقال: حديث حسن صحيح.

Tidak ada dari Bani Adam sesuatu yang lebih jelek dalam memenuhi dibandingkan dengan memenuhi perutnya (terlalu kenyang). Sesuai Ibnu Adam beberapa suapan yang dapat menegekkan tulangnya. Kalau sekiranya menjadi suatu keharusan, maka sepertiga untuk makananya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnnya. HR.. Nasa’I dan Tirmizi seraya mengatakan,”Hadits Hasan Shoheh.

Pertanyaanku adalah,”Apakah bisa difahami dari hal ini bahwa yang lebih utama bagi seseorang tidak makan kecuali satu kali saja dalam sehari? Bahwa kalau dia makan lebih dari itu, maka ia termasuk berlebih-lebihan yang dibenci oleh Allah? dan bagaimana kalau pada waktu hari-hari puasa? Apakah kita hanya makan waktu sahur saja? Dan mencukupkan dengan tiga kurma waktu berbukanya? Terkait dengan diriku secara pribadi, maka saya mencukupkan dengan minum susu yang dicampurkan dengan madu waktu berbuka. Dan waktu makannya, satu potong daging dan sepotong buah-buahan sebelum tidur, apakah hal ini termasuk berlebih-lebihan yang dibenci oleh Allah karenanya? Mohon penjelasan dan arahan.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Berlebih-lebihan itu tercela baik dalam makanan maupun yang lainnya. Allah ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” QS. Al-A’raf: 31

Allah juga berfirman:

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

الأنعام/141

“dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” QS. AL-An’am: 141

Juga Allah berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

الإسراء/29

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” QS. Al-Isro’: 29

Dan firman-Nya:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

الإسراء/26 ، 27

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.: QS. Al-Isro’: 26, 27.

Perbedaan antara berlebih-lebihan dan pemborosan adalah bahwa berlebih-lebihan adalah mempergunakan sesuatu melebihi dari yang selayaknya. Sementara pemborosan adalah meempergunakan sesuatu yang tidak selayaknya. Hal itu dikatakan oleh Al-Manawi di ‘Faidul Kabir, (1/50).

Kedua;

Berlebih-lebihan adalah melampau batas, hal itu kalau dalam makanan melebihi dari kenyang. Hal ini tidak ditentukan sekali makan, dua atau tiga kali. Terkadang ada seseorang makan sekali dalam sehari dan dia boros dan terkadang makan tiga kali, tanpa ada pemborosan.

Hadits Miqdad di dalamnya ada anjuran mempersedikit dalam makanan dan mencukupkan untuk bisa menopang tulangnya. Di dalamnya tidak dibahas tentang bilangan makanannya. Terkadang dia makan dengan beberapa suapan tiga kali waktu sarapan, makan siang dan makan malamnya. Dan hal itu ekonomis dan sedikit. Kalau dia ingin melebihi dari beberapa suapan – pada makanannya – maka hendaknya dia menjadikan sepertiga untuk makan, dan sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya. Kalau dibutuhkan makanan lainnya – sebagaimana kebiasaan kondisi orang – maka tidak mengapa hal itu. Dan memperhatian seperti yang tadi itu, begitu juga kalau dibutuhkan tiga kali makan atau empat kali. Bilangan makanan itu berbeda dengan perbedaan orang, jenis makanannya serta tabiat yang dikerahkannya.

Maksudnya adalah menjaga badan agar tidak rusak dengannya baik dengan kenyang atau lapar.

Maksudnya juga memperkuat untuk ketaatan. Hal ini didapatkan dengan makan secara proposional. Bukan dengan berlebih yang memberatkan juga tidak dengan kelaparan yang memayahkan.

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan dalam penafsiran ayat Al Imron:

Firman Allah ta’ala:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” QS. Al-A’raf: 31

Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma mengatakan,”Allah menghalalkan dalam ayat ini makan dan minum selagi tidak berlebihan atau berkurang. Maka sesuai dengan kebutuhannya, yaitu yang dapat memenuhi kelaparannya dan menentramkan tenggorokannya. Maka hal itu dianjurkan dari sisi akal dan syareat. Karena di dalamnya termasuk menjaga jiwa dan menjaga anggota badan. Oleh karena itu dalam syareat telah ada larangan (berpuasa) wisol (terus bersambung tanpa berbuka) karena hal itu dapat melemahkan badan dan mematikan jiwa. Serta dapat melemahkan beribadah. Dan hal itu dilarang oleh syareat dan tidak diterima oleh akal. Sementara jiwanya yang melarangnya sesuai dengan kebutuhannya mendapatkan bagian dari kebaikan dan bagian dari zuhud. Karena apa yang diharamkan dengan melakukan ketaatan dengan lemah itu lebih banyak dan lebih agung pahalanya.

Telah ada perbedaan (para ulama’) kalau melebihi dari kebutuhannya menjadi dua pendapat, satu pendapat dikatakan haram, pendapat lainnya mengatakan makruh. Ibnul Arabi mengatakan,”Dan ini yang benar, karena kadar kenyang itu berbeda sesuai dengan perbedaan negara, waktu, usia dan rasanya. Kemudian dikatakan,”Bahwa sedikit makan itu banyak manfaatnya diantaranya seseorang itu akan lebih sehat dan lebih bagus hafalan, lebih bersih pemahaman, sedikit tidurnya dan lebih ringan jiwanya. Sementara kalau banyak makan akan memberatkan lambung, busuk pencernaannya. Sehingga melahirkan berbagai macam penyakit, maka dibutuhkan pengobatan yang lebih banyak dibandingkan bagi orang yang makannya sedikit. Sebagian ahli hikmah mengatakan,”Pengobatan terbesar adalah menakar makanan. Selesai dari ‘Tafsir al-Qurtubi, (7/191).

Dalam kitab ‘Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, (25/332),”Diantara adab dalam makan adalah Proposional dalam makanan dan tidak memenuhi perutnya melebihi dari sepertiga bagi orang muslim dalam perutnya, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya. Berdasarkan hadits:

ما ملأ آدمي وعاء شرا من بطن ، بحسب ابن آدم أكلات يقمن صلبه ، فإن كان لا محالة ، فثلث لطعامه ، وثلث لشرابه ، وثلث لنفسه

“Tidak ada yang lebih buruk bagi Bani Adam dibandingkan dengan memenuhi perutnya. Sesuai Bani Adam beberapa suapan (makan) yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau menjadi suatu keharusan, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya.

Maka proposional dan ringannya tubuh. Karena kenyang itu berdampak pada beratnya badan, dan hal itu menjadi malas beribadah dan bekerja. Dan dikenal dengan sepertiga terdapat sepertiga yang mengenyangkan. Dikatakan, dikenal dengan mencukupkan setengah mud. Sementara an-Nafrowi lebih condong pada pendapat yang pertama karena perbedaan manusia,  kesemuanya ini terkait dengan orang yang tidak lemah dengan sedikit kenyang. Kalau tidak, maka yang lebih utama pada dirinya adalah mempergunakan apa yang bisa menjadikan dia semangat beribadah dan badan yang proposional. Dalam ‘Fatawa al-Hindiyah disebutkan,”Makan itu ada beberapa tingkatan,”Ada yang wajib (Fardhun) yaitu yang dapat menghilangkan kerusakan (kematian), kalau dia meninggalkan makan dan minum sampai dia meninggal, maka dia telah berbuat kemaksiatan.

  • Diberi pahala atasnya yaitu apa yang lebih agar dapat menunaikan shalat dalam kondisi berdiri dan memudahkan untuk berpuasa baginya.
  • Mubah, yaitu apa yang lebih dari hal itu sampai kenyang agar badannya semakin kuat, maka dia tidak mendapatkan pahala dan tidak berdosa. Dan dia akan dihisab dengan hisab yang mudah kalau dia (mengkonsumsi) dari yang halal.
  • Haram, yaitu makan melebihi dari kenyang (kekenyangan). Kecuali kalau dia berniat agar kuat berpuasa untuk besoknya. Atau agar tamunya tidak malu, maka hal itu tidak mengapa. Dengan makan kekenyangan.

Ibnu al-Hajj mengatakan,”Makan itu sendiri ada bebarapa tingkatan, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.

Maka yang wajib adalah apa yang dapat menegakkan tulangnya dalam rangka dapat menunaikan kewajiban Tuhannya. Karena apa yang tidak bisa melakukan kewajiban kecuali dengannya, maka hal itu termasuk wajib.

  • Dan sunnah adalah yang dapat membantu dalam melakukan ibadah sunnah seperti dapat belajar ilmu dan bentuk ketaatan lainnya.
  • Mubah, adalah kenyang yang sesuai syareat.
  • Makruh adalah lebih sedikit dari kenyang dan tidak sampai mencelakainya.
  • Dan yang diharamkan adalah kekenyangan yaitu makan banyak yang dapat mencelakai tubuhnya.
  • Nawawi rahimahullah mengatakan,”Dimakruhkan makan makanan halal melebihi dari kenyangnya.
  • Dinukil dari Ibnu Taimiyah memakruhkan makan. Hanabilah mengatakan,”Diperbolehkan makan banyak selagi tidak mencelakainya. Dan dalam ‘Al-Gonyyah: dimakruhkan ketika dikhawatirkan susah untuk mencernanya yang menjadi sukar mencerna sebagaimana dinukilkan darinya diharamkannya. Selesai

Ketiga:

Dari penjelasan tadi, telah jelas bahwa tidak mengapa mengkonsumi lebih dari sekali makan dalam sehari. Dan hal itu sendiri tidak termasuk berlebihan. Bahkan yang dinamakan berlebihan itu makan kekenyangan meskipun hanya sekali makan saja.

Diantara yang menunjukkan diperbolehkannya sampai dalam batas kenyang dan yang dimakruhkan atau diharamkan adalah apa yang melebihi batas. Adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhori, (5381) dan Muslim, (2040) dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata, Abu Tolhah mengatakan kepada Ummu Sulaim, sungguh saya telah mendengar suara Rasulullah salalallahu’alaihi wa sallam melemah dan saya mengetahui beliau kelaparan. Apakah kamu mempunyai sesuatu? Dan di dalamnya ada kisah makanan bertambah banyak disebabkan doanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Dan di sabdanya:

ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ، ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ قَالَ : ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ، فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ، ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ قَالَ : ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ، فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ، ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ أَذِنَ لِعَشَرَةٍ فَأَكَلَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ وَشَبِعُوا ، وَالْقَوْمُ ثَمَانُونَ رَجُلً

“Izinkan untuk sepuluh orang, maka diizinkan mereka kemudian makan sampai kenyang. Kemudian keluar. Kemudian beliau berkata,”Silahkan diizinkan untuk sepuluh orang, maka mereka diizinkan dan makan sampai mereka kenyang. Kemudian mereka keluar. Kemudian beliau mengatakan,”Silahkan diizinkan untuk sepuluh orang, maka diizinkan untuk mereka kemudian makan sampai kenyang. Kemudian mereka keluar. Kemudian diizinkan untuk sepuluh orang sampai semua kaum makan dan kenyang. Waktu itu jumlah kaum ada delapat puluh orang.

Dimana Bukhori membuat bab dalam Shohehnya dengan menulis ‘Bab Siapa yang Makan sampai kenyang. Dan beliau juga mengetengahkan perkataan Aisyah radhiallahu’anhu,”Nabi sallallahu’alaihi wa sallam wafat ketika kami telah kenyang dari dua yang hitam. Kurma dan air.

Al-Hafidz Inu Hajar rahimahullah mengatakan,”Ibnu Battol mengatakan,”Dalam hadits ini diperbolehkan kenyang dan kadangkala meninggalkan hal itu lebih utama. Tobari rahimahullah mengatakan,”Meskipun kenyang itu mubah, maka ia mempunyai batasan pada akhirnya. Dan yang melebihi dari hal itu termasuk berlebihan. Secara umum makanan yang membantu untuk taat kepada Tuhanya, tidak disibukkan dengan beratnya. Dalam rangka menunaikan apa yanag diwajibkan atasnya. Selesai. Qurtubi mengatakan dalam kitab ‘Al-Mufhim’ ketika disebutkan kisah Abu al-Haitsam. Dimana Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menyembelih untuk kedua temannya

Di dalamnya ada dalil diperbolehkanya kenyang. Dan apa yang ada tentang larangan, itu ada kemungkinan kenyang yang dapat memberatkan lambung, menjadi berat pelakunya dalam menunaikan ibadah sehingga dia menjadi sombong, tinggi hati dan tidur. Terkadang yang makruh bisa sampai pada tingkatan diharamkan. Sesuai dengan dampak kejelekan yang diterimanya. Selesai dari ‘Fathul Bari

Keempat:

Apa yang anda sebutkan dari cara berbuka, makan siang dan makan malam anda, hal itu tidak termasuk berlebihan.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam