Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Sakit Di Bawah Punggungnya, Apakah Hal Itu Menghalanginya Dari Pernikahan?

07-05-2022

Pertanyaan 43496

Saya seorang pemuda berumur 28 tahun, pekerjaan dan gajinya cukup bagus, akan tetapi sejak setahun ini saya mengeluh sakit sekali pada bagian bawah punggung. Sementara itu, orang tuaku ingin menikahkan diriku. Saya kebingungan, apakah saya siap menikah atau tidak? Bagaimana sikap yang benar? Ataukah saya lanjutkan urusan pernikahan ini?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Selayaknya penyakit anda konsultasikan kepada dokter spesialis. Kalau ada ketetapan bahwa penyakit ini mungkin berpengaruh terhadap kehamilan atau menghalangi dari berjimak atau tidak kuat kerja atau mencari penghasilan. Maka anda harus memberitahukan kepada orang yang akan anda nikahi. Kalau dia menerima, maka tidak mengapa anda untuk menikahinya. Selagi anda tidak menjelaskan hal itu, maka anda termasuk menipunya. Sementara Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي  (رواه مسلم، رقم 102)

“Siapa yang menipu, maka dia buan dari (golongan)ku.” (HR. Muslim, no. 102).

Apa yang kami sebutkan tadi berdasarkan pendapat yang kuat bahwa semua aib (kekurangan) yang menghilangkan maksud dari pernikahan itu sendiri harus dijelaskan. Dan dia (istri) dapat memilih untuk fasakh (membatalkan) ketika mengetahuinya adanya cacat yang  disembunyikan tersebut.

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan, ”Patokannya adalah bahwa semua cacat yang tidak dikehendaki pasangan dan karenanya maksud pernikahan tidak dapat diwujudkan, dari aspek kasih sayang dan rasa cinta, maka ketika itu pasangan dapat memilih (antara melanjutkan pernikahan atau membatalkannya).” (Zadul Ma’ad, 5/166).

Dia juga berkata, “Siapa yang mengamati fatwa para shahabat dan para  ulama salaf akan mengetahui bahwa mereka tidak membedakan antara satu cacat dengan cacat lainnya untuk menolak pasangannya.”

Beliau juga mengatakan, “Kalau Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengharamkan penjual menyembunyikan cacat barang dagangannya dan mengharamkan orang yang mengetahui aib menyembunyikan dari pembeli, bagaimana lagi kalau aib itu dalam pernikahan?  Padahal Nabi sallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda kepada ketika Aisyah binti Qois saat dia meminta informasi terkait dengan Muawiyah atau Abu Jahm, ”Kalau Muawiyah beliau fakir tidak mempunyai harta sementara Abu Jahm tidak pernah menaruh tongkatnya dari tangannya (suka memukul).” Diketahui dari hadits ini bahwa menjelaskan cacat dalam pernikahan itu lebih utama dan lebih wajib lagi.

Bagaimana mungkin menyembunyikan cacat dan penipuan yang diharamkan ini dapat menjadi sebab langgengnya pernikahan  sementara penipuan seperti akan terus menimbulkan kebencian pada pasangan dan dia sendiri tidak menyukainya.” (Zadul Ma’ad, 5/168).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Yang benar adalah bahwa cacat yang dimaksud (dan dapat membatalkan pernikahan) adalah semua cacat yang menghilangkan maksud dari suatu pernikahan. Tidak diragukan lagi bahwa maksud dari pernikahan di antaranya adalah untuk menikmati (berjimak), berikan pelayanan dan dapat melahirkan.  Ini di antara maksud terpenting. Maka jika ada yang menghalangi maksud-maksud ini, maka ia termasuk cacat. Karena itu, jika seorang istri mendapati suaminya mandul atau suami mendapati istrinya mandul, maka hal itu termasuk cacat.” (As-Syarhul Mumti, 5/274, cetakan Markaz Fajr)

Wallahua’lam

Hukum-hukum Nikah
tampilan di situs islamqa.info