Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Apa Yang Sesuai Sunnah Dalam Bersiwak

16-01-2024

Pertanyaan 2577

Apa arti siwak? Dan apa hukum memakainya? Dan kapankah waktu mempergunakannya? Bagaimana sifat siwak dan bagaimana cara mempergunakannya? Disana ada berbagai macam bentuknya ada yang mempunya rasa lemon dan selain dari itu, apakah hukumnya sama seperti siwak biasa?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Siwak dan istiyak itu mempunyai arti membersihkan mulut dan gigi dengan memakai siwak. Disebutkan secara umum nama siwak itu pada alatnya yaitu dahan yang digunakan untuk bersiwak dengannya.

Siwak itu merupakan sebab untuk membersihkan mulut dan mengharuskan mendapatkan keredoan Tuhan Subahnahu wa ta’ala. Sebagaimana telah ada ketetapan dari hadits Aisyah radhiallahu’anha berkata: Rasulullah sallallahu’alaihi wa salam bersabda:

السواك مطهرة للفم ، مرضاة للرب  علقه البخاري في صحيحه (2/274) ووصله أحمد (6/47) والنسائي (1/50) وإسناده صحيح (الإرواء 1/105

“Siwak itu dapat membersihkan mulut dan mendapat keredoan Tuhan. Bukhori menggantungkan sanadnya di Shohehnya, (2/274) disambungkan oleh Ahmad, (6/47). Dan Nasa’I, (1/50) dan sanadnya shoheh, (Al-Irwa’, (1/105).

Telah ada terkait dengan siwak anjuran yang ditekankan. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة رواه البخاري (2/299) ومسلم (1/151) . وفي رواية للبخاري : " عند كل وضوء

“Kalau sekiranya tidak memberatkan terhadap umatku, pasti saya akan perintahkan mempergunakan siwak pada setiap shalat. HR. Bukhori, (2/299), Muslim, (1/151). Dalam riwayat Bukhori, “Pada setiap wudhu.”

Imam Nawawi menceritakan telah terjadi ijma’ (konsensus) orang yang diambil pendapatnya akan anjuran mempergunakan siwak dan disunnahkanya. Hal itu menunjukkan akan keagungan urusannya.  Bahkan sebagian ulama’ salaf berpendapat akan mewajibkannya diantara mereka adalah Imam Ishaq bin Rahuyah.

Waktu-waktu yang dianjurkan mempergunakan siwak:

Bersiwak itu dianjurkan pada semua waktu baik malam maupun siang berdasarkan keumuman sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallaam dalam hadits Aisyah tadi, “Siwak itu dapat membersihkan mulut dan mendapatkan keredoan Tuhan.

Para ulama’ menyebutkan tempat-tempat yang ditekankan anjuran mempergunakan siwak diantrara hal itu adalah:

  1. Ketika akan berwudhu dan shalat. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة وفي رواية مع كل وضوء وقد تقدم

“Kalau sekiranya tidak memberatkan pada umatku, pasti saya akan perintahkan mereka untuk mempergunakan siwak pada setiap shalat. Dalam riwayat lain,”Pada setiap wudhu’. Dan tadi telah disebutkan.

  1. Ketika masuk rumah bertemu dengan keluarga dan berkumpul dengan mereka. Sebagaimana telah ada ketetapan dalam hadits Aisyah radhiallahu’anha beliau ditanya:

بأي شيء يبدأ رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل بيته ، قالت : " كان إذا دخل بيته بدأ بالسواك رواه مسلم (1/220

“Dengan apa biasanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam memulai ketika beliau memasuki rumahnya, maka beliau menjawab,”Biasanya beliau ketika masuk rumah memulai dengan bersiwak. HR. Muslim, (1/220).

  1. Ketika terbangun dari tidur. Berdasarkan hadits Huzaifah bin Yaman radhiallahu’anhu berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام من الليل يشوص فاه بالسواك رواه البخاري (1/98) ومسلم (1/220)

“Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika berdiri waktu malamnya, membersihkan dan menggosok mulutnya dengan siwak. HR. Bukhori, (1/98) dan Muslim, (1/220).

Arti dari kata “يشوص فاه “ adalah membersihkan dan menggosoknya.

  1. Ketika terjadi perubahan pada bau mulutnya baik perubahannya dikarenakan memakan sesuatu yang mempunyai bau atau disebabkan lamanya lapar atau kehausan atau selain dari itu, karena kalau siwak itu untuk membersihkan mulut, maka kandungan hal itu ditekankan bersiwak ketika mulut membutuhkan untuk membersihkannya.
  2. Ketika memasuki masjid, karena hal itu termasuk kesempurnaan dalam berhias yang diperintahkan Allah ketika setiap kali masuk masjid. Allah ta’ala berfirman:

يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.” QS. Al-A’raf:31

  1. Ketika akan membaca Qur’an dan di majlis zikr karena para malaikat hadir.

Memakai siwak ketika berpuasa:

Para ahli ilmu rahimahullah bersepakat bahwa tidak mengapa bersiwak bagi orang berpuasa di awal siang, dan mereka berbeda pendapat memakai siwak bagi orang puasa setelah tergelincir matahari. Diantara mereka ada yang memakruhkannya. Yang benar bahwa hal itu sunnah  bagi orang yang berpuasa dan yang lainnya berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan akan sunnahnya bersiwak. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah mengecualikan satu waktu dengan waktu lainnya. Dan keumuman itu tetap pada umumnya kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Sementara apa yang mereka jadikan dalil dari hadits Ali bin AbuTholib radhiallahu’anhu bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إذا صمتم فاستاكوا بالغداة ولا تستاكوا بالعشي رواه الدارقطني وهو حديث ضعيف قال ابن حجر في التلخيص الحبير (1/62) : إسناد ضعيف

“Kalau kalian berpuasa, maka lakukan siwak waktu siang hari dan jangan melakukan siwak waktu sore har. HR. Daruqutni dan hadits ini lemah. Ibnu Hajar dalam ‘Tahis Al-Habir, (1/62) mengatakan,”Sanadnya lemah.

Haditsnya tidak ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Sementara pengambilan dalil dari sabda Nabi sallallahu’alai wa sallam:

لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك رواه البخاري (2/29) ومسلم (2/806)

“Bau mulut orang puasa itu lebih indah disisi Allah dibandingkan dengan bau minyak kasturi, HR. Bukhori, (2/29). Muslim, (2/806).

Bahwa bau ini tidak akan hilang dengan memakai siwak, karena sebabnya adalah kosongnya lambung. Dan hal itu terkadang ada waktu permulaan siang kalau orang yang berpuasa tidak melakukan sahur. Semuanya sepakat diperbolehkan memakai siwak di permulaan siang. Dari sini jelas bahwa siwak itu dianjurkan meskipun untuk orang yang berpuasa tanpa dibedakan baik permulaan siang maupun diakhirnya.

Apa yang dibuat untuk bersiwak:

Para ulama’ sepakat bahwa yang lebih utama digunakan untuk bersiwak adalah ranting Araq karena ia bagus dan berbau serta dapat membersihkan,  dapat mengeluarkan dan membersihkan diantara gigi dari sisa makanan dan lainnya. Berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

كنت أجتني لرسول الله صلى الله عليه وسلم سواكاً من الأراك .. الحديث وراه أحمد (3991) وسنده حسن ( الإرواء ) 1/104.

Dahulu saya mengagumi Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam siwak dari dahan ‘Araq. Alhadits. HR. Ahmad, (3991) dan sanadnya hasan, (Al-Irwa’, 1/104).

Dari sini, maka para ulama’ menganjurkan kalau tidak mendapatkan dahan Araq, hendaknya bersiwak memakai dahan pelepah kurma. Selanjutnya bersiwak dengan dahan pohon zaitun. Telah ada hal itu beberapa hadits tapi tidah shoheh dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam

Yang benar adalah bahwa semua dahan yang dapat membersihkan dan tidak berbahaya dapat menggantikan posisi siwak ketika tidak ada dalam membersihkan dan menghilangkan apa yang menyantol di gigi dan dapat mengganggunya. Begitu juga sikat gigi yang dikenal mempunyai manfaat dan mempergunakannya itu bermanfaat.

Apa yang tidak boleh dibuat bersiwak:

Ahli ilmu menyebutkan bahwa diharamkan memakai siwak dengan dahan yang beracun atau yang tidak bersih. Begitu juga dimakruhkan memakai siwak dengan semua dahan yang dapat merusak atau menjadi sakit.

Sifat siwak:

Para ulama fikih menyebutkan dianjurkan bersiwak dengan dahan pertengahan keras dan panjang, batasan keras itu sebesar kelingking, dan tidak melengkung, tidak basah dan bengkok karena kalau seperti itu tidak bisa menghilangkan kotoran, dan jangan kering yang dapat melukai mulut atau berserakan. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu termasuk suatu kesempurnaan. Kalau tidak, maka dalil-dalil yang ada dalam siwak tidak membatasi siwak tertentu bahkan boleh memakai siwak dengan semua dahan yang dapat merealisasikan tujuan syari’ dalam perintah dan anjuran bersiwak.

Tatacara bersiwak:

Para ulama’ fikih berbeda bendapat dalam bersiwak, apakah memakai tangan kanan atau tangan kiri.

Sebagian kelompok dan mereka adalah jumhur (mayoritas ulama’) berpendapat bahwa yang lebih utama bersiwak dengan tangan kanan berdasarkan keumuman hadits Aisyah radhiallahu’anha berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يعجبه التيامن في تنعله وترجله وطهوره وفي شأنه كله متفق عليه

“Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam itu mengagumi yang kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersuci dan dalam seluruh urusan semuanya. Muttafaq ‘alaihi

Dan karena siwak itu merupakan ketaatan dan mendekatkan kepada Allah ta’ala, maka tidak memakai tangan kiri.

Sementara kelompok lain dari para ulama’ berpendapat anjuran ketika bersiwak dengan memakai tangan kiri, karena ia termasuk menghilangkan kotoran dan ini yang terkenal dalam mazhab Imam Ahmad dan pilihan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Sementara sebagian ahli ilmu memperinci bahwa kalau memakai siwak itu maksudnya dalam rangkan mendapatkan sunnah, maka bersiwak dengan tangan kanan sementara kalau tujuannya untuk menghilangkan kotoran, maka dengan tangan kiri. Dan yang kuat (rojih) bahwa urusan dalam masalah ini luas karena tidak adanya ketetapan nash yang khusus dalam masalah ini. Dan setiap pendapat mempunyai pandangan tersendiri.

Para ulama’ fikih menganjurkan ketika seseorang memulai siwak dari sisi kanan dengan menyamping karena bersiwak dengan memanjang terkadang dapat melukai gusi. Dan mereka menyebutkan termasuk dalam adab bersiwak.

Hendakanya tidak memakai siwak di hadapan banyak orang atau di tempat-tempat umum karena hal itu mengurangi harga diri.

Hendaknya mencuci siwak setelah dipakai siwak untuk membersihkan apa yang masih tersisa. Dalam hadits Aisyah radhiallahu’anha berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يستاك ، فيعطيني السواك لأغسله ، فأبدأ به فأستاك ، ثم أغسله وأدفعه إليه رواه أبو داود (1/45

Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika bersiwak, beliau memberikan kepadaku siwaknya untuk dibersihkannya. Maka saya memulai dengannya dan bersiwak, kemudian saya bersihkan dan menyerahkan kepada beliau. HR. Abu Dawud, (1/45).

Menjaga siwak dijauhkan dari sesuatu yang menjijikkan.

Bersiwak dengan memakai jemari:

Diterimanya bersiwak dengan jemari ketika tidak mendapatkan (siwak) itu terjadi perbedaan diantara ahli ilmu. Yang kuat (rojih) adalah hal itu tidak mendapatkan sunnah, karena syareat tidak ada akan hal itu dan tidak bisa membersihkan mulut seperti yang didapatkan dari dahan dan semisalnya.

Yang diikutkan dengan dahan dan semisalnya adalah penggunaan alat-alat membersihkan gigi seperti sikat gigi dan semisalnya yang dapat menghilangkan kotoran dan bisa memberi bau mulut yang indah…. Sampai akhirnya.

Tidak mengapa mempergunakan siwak dengan rasa nak nak (mints), lemon, dan semisal itu selagi tidak merusaknya. Dan bagi orang yang berpuasaa hendaknya menjauhi mempergunakan yang ada rasa dan cukup disela-sela puasanya memakai siwak natural. Wallahua’lam

Silahkan merujuk kitab ‘Lisanul Arab (dari kata ‘سوك ‘), Al-Majmu’ karangan Imam Nawawi, (1/269) Nihayaatul Muhtaj karangan Ar-Romli, (1/162). Hasyiyah Ibnu Abidin, (1/78), Nailul Author karangan Syaukani, (1/24). Al-Mugni karangan Ibnu Qudamah, (1/78) Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah ‘Ala Adzkar An-Nawawi karangan Ibnu Allan, (3/256) As-Syarkh Al-Mumti’ karangan Ibnu Utsaimin, (1/137).

Adab
tampilan di situs islamqa.info