Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Apakah Memutuskan Shalat Untuk Menjawab Salah Satu Orang Tua Ketika Memanggilnya?

24-11-2016

Pertanyaan 151653

Ketika saya kecil mereka mengatakan kepadaku, “Kalau kamu memulai shalat kemudian mendengar salah seorang dari orang tua memanggilmu, maka putuskan shalat secara langsung dan pergi untuk memenuhi panggilan. Kemudian kembali mengulangi shalat, apakah perkataan ini ada sisi benarnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kalau seorang muslim menunaikan shalat wajib, maka dia tidak boleh memutuskan shalat untuk memenuhi panggilan bapak atau ibunya. Akan tetapi memberi isyarat peringatan kepada orang yang memanggilnya bahwa dia sedang sibuk shalat baik dengan bertasbih atau mengeraskan suara dengan bacaan atau semisal itu.

Dianjurkan juga mempercepat shalatnya, ketika selesai. Maka memenuhi panggilannya. Telah diriwayatkan oleh Bukhori, (707) dari Abu Qatadah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

“Sungguh saya menunaikan shalat, saya ingin memanjangkannya. Kemudian saya mendengar tangisan bayi. Maka saya persingkat shalatku khawatir memberatkan ibunya.”

Hal ini menunjukkan dianjurkannya mempersingkat dan mempercepat dalam shalat karena ada sesuatu yang tiba-tiba ada mengganggu konsentrasi orang shalat.

Kalau shalat sunah, kalau dia mengetahui bahwa ayah atau ibunya tidak mengapa menyempurnakan shalat, maka sempurnakan. Kemudian menjawabnya setelah selesai. Kalau dia mengetahui bahwa keduanya tidak menyukai menyempurnakan (shalat) dan memperlambatnya. Maka harus diputus dan menjawab untuk keduanya. Hal itu tidak mengapa, kemudian mengulangi shalat dari pertama.

Diriwayatkan Bukhori, (3436) dan Muslim, (2550) redaksi darinya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihu wa sallam sesungguhnya beliau bersabda:

كَانَ جُرَيْجٌ يَتَعَبَّدُ فِي صَوْمَعَةٍ فَجَاءَتْ أُمُّهُ فَقَالَتْ : يَا جُرَيْجُ أَنَا أُمُّكَ كَلِّمْنِي . فَصَادَفَتْهُ يُصَلِّي فَقَالَ : اللَّهُمَّ أُمِّي وَصَلَاتِي ، فَاخْتَارَ صَلَاتَهُ ، فَرَجَعَتْ ثُمَّ عَادَتْ فِي الثَّانِيَةِ فَقَالَتْ : يَا جُرَيْجُ أَنَا أُمُّكَ فَكَلِّمْنِي . قَالَ اللَّهُمَّ أُمِّي وَصَلَاتِي ، فَاخْتَارَ صَلَاتَهُ . فَقَالَتْ : اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا جُرَيْجٌ وَهُوَ ابْنِي وَإِنِّي كَلَّمْتُهُ فَأَبَى أَنْ يُكَلِّمَنِي ، اللَّهُمَّ فَلَا تُمِتْهُ حَتَّى تُرِيَهُ الْمُومِسَاتِ . قَالَ : وَلَوْ دَعَتْ عَلَيْهِ أَنْ يُفْتَنَ لَفُتِنَ ... (الحديث)

“Dahulu Juraij berdibadah di tempat ibadahnya, kemudian ibunya datang dan memanggilnya seraya mengatakan, “Wahai Juraij, saya ibumu tolong bicara denganku. Bertepatan saat itu dia dalam kondisi shalat. Maka dia berkata dalam hati, “Ya Allah apakah ibuku atau shalatku?” Maka dia memilih shalatnya. Kemudian (ibunya) kembali dan balik lagi pada yang kedua seraya mengatakan, “Wahai Juraij, saya ibumu tolong bicara denganku.” Dia mengatakan, “Ya Allah apakah ibuku atau shalatku?” Dan dia memilih shalatnya. Kemudian ibunya mengatakan, “Ya Allah sesunggunya adalah anaku, sungguh saya memanggilnya dan dia enggan berbicara denganku. Ya Allah, jangan engkau wafatkan sebelum diperlihatkan wanita pelacur.” Beliau (Nabi) berkata, “Kalau dia berdoa agar terkena fitnah, maka dia akan terfitnah. Alhadits.

An-Nawawwi rahimahullah membuat bab ‘Bab taqdim birrul walidaini ‘ala tatowwu’ bis shalat wa goiruha (Bab mendahulukan bakti kedua orang tua dibandingkan dengan shalat sunah dan lainnya).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama mengatakan, ‘Yang benar baginya adalah menjawabnya karena ia dalam shalat sunah. Sementara melanjutkan shalat sunah itu tidak diwajibkan. Sementara menjawab ibu dan berbakti kepadanya itu wajib. Dan durhaka kepadanya itu haram. Atau memungkinkan baginya mempersingkat shalat dan menjawabnya kemudian kembali menunaikan shalatnya.”

Silahkan lihat ‘Fathul Bari’ karangan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah. (Al-Mausu’ah Fiqhiyan, 20/342).

Terdapat dalam ‘Dur Mukhtar –dari kitab Hanafiyah- (2/54), “Kalau salat satu dari kedua orang tua memanggilanya dalam shalat wajib, maka tidak menjawabnya kecuali kalau meminta pertolongan.” maksudnya meminta pertolongan dan bantuan.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kedua orang tua, kalau memanggil anda, maka seharusnya menjawabnya. Akan tetapi dengan syarat bukan shalat wajib. Kalau dalam shalat wajib, tidak boleh menjawabnya. Akan tetapi kalau sunah, boleh menjawabnya. Kecuali kalau keduanya dapat memperkirakan urusannya. Bahwa keduanya mengetahui anda dalam shalat dan membari uzur kepada anda. maka disini anda memberi isyarat kepadanya bahwa anda dalam shalat. Baik dengan berdehem atau mengucapkan subhanallah atau meninggikan suara anda dari ayat yang dibacanya atau doa yang dibacanya. Agar orang yang memanggil merasakan bahwa anda dalam kondisi shalat. Sementara kalau selain itu yang tidak memberikan uzur dan menginginkan ucapannya itu yang didahulukan, maka putuskan shalat dan berbicaralah dengannya. Adapun kalau shalat wajib, maka tidak boleh seorang pun memutuskannya kecuali dalam kondisi terpaksa. Seperti anda melihat seseorang khawatir binasa terjatuh di dalam sumur atau di sungai atau api. Disini anda memutus shalat anda karena terpaksa. Sementara selain itu, tidak dibolehkan memutus shalat wajib.” (Syarh Riyadus Sholihin, hal. 302 dengan diringkas) Wallahu a’lam

Silahkan merujuk jawaban soal no. 65682.

Pembatal-Pembatal Shalat
tampilan di situs islamqa.info