Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Apa Konsekuensi Dari Perkataan Kufur ?

07-08-2022

Pertanyaan 131475

Kami sekumpulan pemuda kemarin telah bermain catur, dan pada satu kesalahan tertentu salah seorang pemuda di rumah saya berkata: “Kalau saja Allah hadir dan turun ke sini dari langit, maka kamu tidak akan melakukan langkah ini, dan kalau saja Dzat Allah hadir ke sini, maka kamu tidak akan melaukan langkah ini” Saya pun berdiri dan berkata: “Wahai fulan, kamu jangan bicara seperti itu, haram”, lalu dia pun mengulangi lagi ucapan yang sama. Saya katakan lagi: “Jadi, kamu mengulangi lagi ucapan itu, maka janganlah kamu datang ke rumahku untuk kedua kalinya”. Dia berkata kepadaku: “Baik”, lalu dia keluar dari rumah dan pemuda lainnya berkata kepada saya: “Sikapmu ini tidak benar, orang itu sedang berada di rumahmu tidak sepantasnya kamu perlakukan seperti itu.” Tindakaku  tak lain karena kecemburuanku kepada Allah.”  

Pertanyaan: Apakah saya boleh mendengar olok-olokan kepada Allah sedangkan saya tidak melakukan apa-apa seperti yang telah saya lakukan dan hanya mengingkari dengan hati saja yang dianggap sebagai selemah-lemahnya iman? Bagaimanakah hukumnya orang yang mengucapkan seperti ucapan di atas dan bersikeras dengan ucapan itu? Bagaimana pendapat anda dengan prilaku saya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Ucapan yang telah diucapkan oleh teman anda adalah ucapan yang berat. Tidak dibenarkan jika bersumber dari seorang muslim. Hal itu termasuk kekufuran kepada Allah Ta’ala, karena mengandung penghinaan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Kuasa untuk menggerakannya dan semua apa yang ada di dunia, dan membinasakan dia dan seluruh umat manusia. Dengan kalimat: “Kun !” (terjadilah), sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

سورة يس: 82

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”. (QS. Yasin: 82)

Dia Azza wa Jalla juga berfirman:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

سورة الزمر: 67

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. Az Zumar: 67)

Allah Ta’ala juga berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

سورة المائدة: 17

“Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?” Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Maidah: 17)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

سورة التوبة: 65- 66

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”, Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman”. (QS. At Taubah: 65-66)

Kedua:

Orang yang berujar demikian itu harus bertaubat kepada Allah Ta’ala dan memperbaharui keimanannya, bersyahadat dengan dua kalimat syahadat, lalu mengakui keagungan Allah Ta’ala dan kebesaran-Nya. Jika dia masih bersikukuh dengan ucapan tersebut dan belum bertaubat, maka dia telah kafir, murtad keluar dari Islam.

Ketiga:

Kami tidak melihat anda bersalah atas tindakan anda, karena mengingkari kemunkaran adalah wajib, dan sebesar-besar kemungkaran adalah menghina Allah –Ta’ala- dan mengolok-oloknya. Tidak boleh diam bagi orang yang mendengar hal itu sedang dia dalam kondisi mampu untuk mengingkarinya. Bahkan dia wajib mengingkarinya sesuai kemampuan dirinya, dengan tangan atau dengan lisan. Sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ (رواه مسلم، رقم 49)

“Barang siapa di antara kalian melihat kemunkaran maka hendaknya merubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya. Hal itu termasuk selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim, no. 49)

Semestinya teman-teman anda semua mengingkari ucapan batil dan kekufuran yang nyata. Namun karena kurangnya pengagungan terhadap Allah dalam  hati, maka mereka merasa ringan mendengar kalian celaan kepada Allah dan kalimat kufur kepada-Nya.

Ya, boleh jadi jika anda tidak mengusirnya dari rumah anda itu lebih utama sehingga anda mempunyai kesempatan untuk berdialog dengan cara terbaik dan mengajaknya untuk bertaubat, menyesal dan meminta ampun.

Akan tetapi hal itu (mengusirnya dari rumah anda) perkara yang sangat sepele jika dibandingkan besarnya keburukan yang telah dilakukan teman anda. Bagaimana akan mengingkari kesalahan kecil  yang anda lakukan lalu mereka diam terhadap kesalahan besar?

Keempat:

Bermain catur jika menyibukkan dari kewajiban sholat dan lainnya atau mengandung hal yang haram, seperti kebohongan, mencela, mengumpat, dan sebagainya, maka menjadi haram sesuai dengan kesepakatan para ulama.

Jika tidak menyibukkan dari kewajiban dan tidak diiringi sesuatu yang haram, maka ada perbedaan pendapat. Jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali dan sebagian mazhab Syafi’i sepakat atas keharamannya dan inilah yang telah difatwakan oleh para sahabat –radhiyallahu ‘anhum-. Lihatlah rincian hal itu pada jawaban soal no. 14095. Perhatikan bagaimana permainan catur menyeret kepada kekufuran, na’uzubillah min dzalik.

Menjadi kewajiban kalian  untuk meninggalkan permainan ini dan bertaubat kepada Allah darinya, semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita semua.

Wallahu A’lam

Keluar Dari Islam ( Murtad )
tampilan di situs islamqa.info